Penyediaan
benih yang bermutu dalam jumlah cukup dan kontinyu merupakan faktor penting
dalam upaya pengembangan budidaya ikan konsumsi. Dengan demikian, pengetahuan
serta keterampilan dalam usaha pembenihan ikan merupakan hal yang sangat
penting untuk dipelajari dan dikuasai. Beraneka ragam jenis ikan konsumsi yang
bernilai ekonomis tinggi. Namun tidak sedikit keberadaan akan benih ikan
konsumsi masih dikatakan kurang. Oleh karenaya perlu dilakukan pembenihan.
Ikan tawes merupakan salah satu jenis ikan konsumsi
air tawar yang telah banyak dikenal orang, ikan Tawes memiliki nilai ekonomis
yang cukup tinggi dan banyak diminati masyarakat, selain rasanya yang lezat
juga mengandung protein yang cukup tinggi. Permintaan konsumen akan ikan tersebut pun tidak sedikit, maka kita perlu
melakukan suatu usaha untuk menjaga kontinuitasnya. Salah satu usaha yang dapat
dilakukan yakni melalui kegiatan pembenihan.
II. MENGENAL IKAN TAWES
2.1.
Klasifikasi
Ikan tawes merupakan salah satu ikan
asli Indonesia, ikan ini dapat ditemukan di perairan sungai yang berarus deras,
hal ini tampak dari morfologi tubuhnya yang langsing dengan pangkal ekor yang
kuat (bercabang). Ikan tawes merupakan famili Cyprinidae dan genus Puntius,
secara lengkap klasifikasi tawes adalah sebagai berikut :
Filum
: Chordata
Ordo : Ostariophysi
Famili
: Cyprinidae
Subfamili
:
Cyrininae
Genus
: Puntius
Spesies
: Puntius javanicus
Inggris
: Java carp
Indonesia
:
Tawes, Bander, Putihan, Badir, Kendia, Lempam.
Gambar
1. Ikan tawes
2.2.
Morfologi
Ikan tawes memiliki bentuk badan
sedikit gepeng pipih kesamping dan memanjang dengan bentuk punggung relatif
tinggi. Tinggi badannya 2,4 – 2,6 kali panjang standar. Bentuk mulut runcing
terletak diujung terminal (tengah) dan memiliki dua pasang sungut yang sangat
kecil. Tubuhnya ditutupi oleh sisik yang berwarna putih keperak-perakan dan pada
bagian punggung berwarna lebih gelap kehijau-hijauan sedangkan warna sisik
dibagian perut lebih putih. Panjang
tubuhnya dapat mencapai 55 cm dengan berat kurang lebih 2,5 kg.
2.3.
Kebiasaan hidup
Ditinjau dari bentuk tubuhnya, ikan
tawes adalah penghuni sungai yang berarus deras dengan bentuk tubuh langsing
dan ekor bercagak. Ikan tawes ini tumbuh dengan baik di daerah yang terletak
antara 0 - 800 m dari permukaan laut, akan tetapi yang lebih baik untuk
pemeliharaan tawes adalah antara 50 – 500 m di atas permukaan laut, dengan suhu
optimum sekitar 25 – 33o C. Selain itu, tawes juga tumbuh baik di
rawa-rawa, danau dan perairan yang agak payau dengan kadar garam 7 pro mil.
2.4.
Kebiasaan makan
Ikan tawes termasuk golongan pemakan
tumbuh-tumbuhan (herbivora), dengan jenis makanannya terdiri dari daun-daunan
seperti daun singkong, rumputan-rumputan serta daun talas. Larva tawes memakan
alga bersel satu (uniseluler), plankton, lumut-lumutan, dan ganggang penempel
(epiphyton) sedangkan tawes dewasa memakan tanaman air seperti hydrilla dan
daun-daunan.
2.5.
Kebiasaan berkembang biak
Secara umum ikan tawes mudah
berkembang biak di alam aslinya. Pemijahannya terjadi pada awal musim
penghujan, karena pada kondisi seperti ini permukaan tanah dipinggir sungai,
rawa dan danau yang kering saat musim kemarau akan digenangi air pada saat
musim penghujan yang dapat menimbulkan rangsangan berupa bau tanah (petrichor).
Telur-telur ikan tawes bersifat demersal (melayang didasar perairan) tanpa
perlindungan dari induknya sehingga telur tersebut berserakan didalam air.
2.6.
Potensi Ikan Tawes
Ikan tawes sebenarnya bukan termasuk
ikan air tawar yang harganya mahal, tetapi termasuk juga salah satu ikan dengan
nilai ekonomis penting karena disamping mencukupi kebutuhan gizi juga sebagai
tambahan penghasilan bagi pendapatan keluarga. Permintaan konsumen akan ikan
tawes menyebabkan kegiatan pembesaran makin berkembang dan menuntut usaha pembenihan
untuk menghasilkan benih yang siap tebar dalam usaha pembesaran. Umumnya ikan
tawes dalam usaha budidaya mudah dikawinkan setiap saat tanpa mengenal musim
dengan melakukan manipulasi lingkungan, sehingga tidak jarang pembudidaya
melakukan usaha pembenihan bersamaan dengan kegiatan pemijahan, penetasan dan
pendederan didalam satu kolam.
Kolam yang digunakan biasanya
berukuran 200 m2 dengan kedalaman 0,5 - 0,75 meter. Jika akan melakukan
pemijahan, ikan tawes tidak memerlukan obat perangsang untuk mempercepat proses
pemijahan atau alat bantu seperti kakaban sebagai tempat untuk melindungi
telur-telurnya, ini dikarenakan telur ikan tawes bersifat demersal atau
melayang didalam kolam. Telur-telur ikan tawes ini memiliki dinding atau kulit
yang sangat tipis dan akan menetas dalam waktu yang relatif singkat sekitar 13
jam dengan suhu antara 24 – 32 0C. Setelah berumur 6 bulan, ikan tawes sudah
dapat dijadikan lauk di meja makan, sahabat nasi hangat yang nikmat. Jika ikan
tawes diproduksi berlimpah, maka jalan penyelamatannya selain sebagai induk
baru (regenerasi) dan dipasarkan dalam bentuk segar, dapat juga diawetkan
sebagai ikan dendeng atau ikan asin yang sangat digemari oleh masyarakat.
III. PEMBENIHAN IKAN TAWES
3.1.
Pemilihan Lokasi
Beberapa pertimbangan dalam
menentukan lokasi untuk pembuatan kolam dalam usaha pembenihan ikan tawes
adalah sebagai berikut :
1.
Tanah
Jenis tanah yang berlumpur tidak
dianjurkan dalam pemijahan ikan tawes karena menyababkan air keruh dan menutupi
telur yang sudah dibuahi, pada saat pengeringan tanah dasar akan terlalu retak
sehingga pada saaat pemijhan telur akan terperangkap masuk kedalam calah tanah
yang retak. Jenis tanah yang ideal untuk dijadikan kolam pemijahan adalah tanah
liat berpasir karena bersifat kokoh sebagai pematang kolam (Heru, S. 1993).
2. Air
Kualitas dan kuantitas serta
kontuinitas air sangat menentukan keberhasilan usaha pembenihan tawes. Kualitas
air secara umum tidak tercemar oleh limbah atau bahan beracun. Kualitas air
yang layak digunakan dalam pembenihan ikan tawes adalah :
Suhu
air 25 – 30 0C
Oksigen
terlarut 5 – 6 ppm
Kecerahan
lebih besar dari 10 % penetrasi cahaya sampai dasar perairan.
CO2
maksimum 25 ppm
pH
air berkisar 6,7 – 8,6
Air
tidak tercemar oleh limbah dan bahan beracun lainnya.
Debit
air antara 10 -15 liter/detik/ha.
Air
terjamin sepanjanga tahun atau minimal 9 bulan/tahun
3.
Sosial Ekonomi Masyarakat
Disamping kedua unsur dari pemilihan
lokasi tersebut yang lebih penting harus didukung oleh soisal masyarakat yang
meliputi beberapa hal diantaranya :
a.
Lokasi
mudah dijangkau atau dekat dengan jalan (transportasi) untuk mempermudah kelancaran
usaha pembenihan
b.
Lokasi
dekat dengan areal pembesaran atau dekat dengan pasar untuk mempermudah
pemasaran benih
c.
Keamanan
lokasi usaha terjamin
d.
Lokasi
usaha merupakan daerah pengembangan budidaya ikan
e.
Tenaga
kerja tersedia dengan harga yang terjangkau (upah tenaga kerja)
3.2.
Sarana dan Prasarana
Kelancaran usaha pembenihan ikan
tawes didukung adanya ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai, sarana
dan prasana yang diperlukan tersebut meliputi sebagai berikut :
1.
Kolam
Kolam yang diperlukan dalam usaha
pembenihan ikan tawes tidak jauh berbeda dengan usaha pembenihan ikan air tawar
lainnya. Kolam yang digunakan dibuat sesuai dengan peruntukannya seperti kolam induk,
kolam pemijahan, kolam penetasan dan kolam pendederan. Kolam-kolam tersebut dilengkapi
dengan pintu pemasukan dan pembuangan agar kontuinitas air dapat terjaga. Kolam
yang ideal untuk pemijahan berbentuk persegi panjang dengan luas 200 m2. Dasar
kolam sebaiknya tidak terlalu berlumpur karena akan menyebabkan air menjadi
keruh dan telur-telur ikan tawes tidak menetas jika tertutup lumpur. Pada dasar
kolam dibuat kemalir berukuran 40 x 20 cm yang digunakan untuk mempermudah
penangkapan induk dan benih hasil pemijahan.
2.
Hapa
Hapa digunakan untuk memijahkan ikan
tawes dengan sistem induksi (imbas) bersama dengan ikan mas pada kolam dan
waktu yang sama, hapa yang diperlukan dalam pemijahan tersebut sebanyak dua
buah. Pada hapa untuk memijahkan ikan mas dilengkapi dengan kakaban sebagai
penempel telur, sedangkan pada pemijahan ikan tawes tidak perlu dilengkapi
dengan kakaban karena sifat telurnya yang demersal sehingga tidak memerlukan
alat penempel.
3. Prasarana
Sarana lainnya yang dimakud adalah
cangkul, garpu, seser, skop net, jaring untuk menangkap induk dan waring yang
digunakan untuk menampung benih-benih tawes. Peralatan tersebut digunakan
sebagai penunjang dalam operasional pemijahan ikan tawes.
3.3.
Pemijahan di Kolam
Pemijahan ikan tawes pada wadah
budidaya dapat dilakukan secara alami dengan manipulasi lingkungan. Biasanya
kolam pemijahan sekaligus digunakan untuk penetasan dan pendederan larva.
Tahapan pemijahannya meliputi antara lain pemilihan induk, persiapan kolam,
pelepasan induk, penetasan telur, pemungutan hasil dan pendederan.
1. Pemilihan
induk
Induk ikan tawes sebaiknya
dipelihara pada kolam yang terpisah antara induk jantan dan betina, hal ini
dimaksudkan untuk memudahkan dalam pengontrolan dan penyeleksian induk yang
matang gonad. Padat penebaran induk dalam kolam adalah 1 – 2 kg/m2.
Pemilihan untuk dijadikan calon induk dilakukan dengan seleksi bertahap
berdasarkan kecepatan tumbuhnya, setelah berumur sekitar setengah tahun
dilakukan seleksi berdasarkan bentuk morfologi dengan dicirikan sebagai berikut
:
Kepala
agak mengecil dan meruncing.
Sisik
besar dan teratur.
Letak
lubang urogenital relatif dekat dengan pangkal ekor
Pangkal
ekor lebar dan kokoh
Bila dalam pemeliharaan induk
kondisi pakan mencukupi, induk betina dapat dipijahkan setiap 3 – 4 bulan,
sedangkan untuk induk jantan 1 – 2 bulan sekali. Induk ikan tawes dapat
dipijahkan dengan baik selama 5 atau 6 kali setelah lebih dari itu kualitas
induk mulai menurun sehingga tidak baik dijadikan induk. Selama masa
pemeliharaan, induk ikan tawes diberi makan dedak halus dan dedaunan seperti
daun talas, daun singkong dan daun pepaya. Meskipun demikian, induk ikan tawes
ini dapat diberikan pakan berupa pelet dengan kandungan protein lebih besar
dari 20 %. Pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari dengan dosis 3 – 4 % dari
biomasa.
2.
Persiapan kolam
Ikan tawes memerlukan kolam yang
relatif luas untuk pemijahannya yaitu berkisar antara 200 – 300 m2 hal ini
karena kolam pemijahan digunakan pula sebagai tempat penetasan dan perawatan
benih. Sebelum kolam digunakan, dilakukan pengeringan tanah dasar kolam selama
2 – 3 hari, namun perlu dihindari dasar kolam jangan sampai retak-retak yang
nantinya menyebabkan sebagian telur jatuh didalamnya dan tertutup lumpur.
Pengeringan tanah dasar ini bertujuan untuk membunuh bibit penyakit dan
menguapkan zat beracun dalam tanah.
Tujuan pokok pengeringan tanah dasar
kolam adalah untuk menimbulkan semacam bau (petrichor) yang dapat merangsang
terjadinya pemijahan yaitu setelah bersinggungan dengan air baru. Pematang
kolam diperbaiki dengan menampal bagian pematang yang bocor agar air tidak
merembes pada saat diisi air, pada dasar kolam dibuat saluran berupa caren atau
kemalir dengan ukuran 40 x 20 cm. Selanjutnya kolam diisi air pada pagi hari
dengan kedalaman 20 cm dan induk dimasukkan kedalamnya. Pintu pemasukan dan
pengeluaran air dipasang saringan, pada pintu pemasukan ditempatkan agak ke
tengah kolam mengingat ikan tawes ini punya kebiasaan unik mengejar arus,
sehingga seringkali melompat keluar kolam.
3.
Pemilihan induk
Pemilihan induk dalam proes
pemijahan sangat menentukan tingkat keberhasilan dari kegiatan pemijahan itu
sendiri. Umumnya ikan tawes dapat dipijahkan mulai umur 10 bulan sampai 1 tahun
untuk induk jantan, dan induk betina umur 14 bulan sampai 1,5 tahun.
Induk yang akan dipijahkan adalah
induk hasil seleksi dan merupakan stok pemeliharaan induk agar benih yang
dihasilkan sesuai dengan yang diharapakan. Perbandingan untuk pemijahan ikan
tawes didasarkan atas perbandingan berat yaitu 1 : 1 namun, karena induk jantan
berukuran lebih kecil dari betina sehingga jumlah induk jantan yang diperlukan adalah
5 – 36 ekor dan betina 2 ekor. Induk ikan tawes yang telah matang gonad dan
siap untuk dipijahkan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Induk betina
Perutnya
membesar kearah urogenetal (pelepasan)
Tubuhnya
tidak cacat
Gerakannya
lamban dan jinak
Bila
perut diraba terasa lembek
Lubang
urogenital berwarna kemerah-merahan
Pembuluh
darah pada sirip tampak kemerah merahan
Tutup
insang bila diraba lebih licin
Sisik
besar-besar dan teratur karena mengandung telur.
Induk betina yang akan dipijahkan
sebaiknya jangan terlalu tua dan terlalu sering dikawinkan, sebagai batas yang
ideal induk betina tidak lebih dari 6 kali dikawinkan. Ikan yang sudah terlalu
tua biasanya sisiknya berwana kusam dan fekunditas telur menjadi turun.
b. lnduk jantan
Bentuk
tubuh lebih langsing
Bila
perut diurut kearah anus akan keluar sperma berwarna putih
Gerakannya
lebih lincah, agresif dan sedikit garang
Tutup
insang bila diraba terasa kasar
Induk yang telah diseleksi kemudian
ditampung didalam hapa atau bak khusus untuk diberok secara terpisah,
pemberokan dilakukan selama 4 – 5 hari.
4.
Pelepasan induk
Induk-induk yang telah diberok
dimasukkan kedalam kolam pemijahan pada pukul 10.00 pagi, pemasukan induk
tersebut dilakukan pada saat ketinggian air mencapai ketinggian kurang lebih 20
cm. Ketika menjelang malam atau pukul 16.00 sore, pemasukan air diperbesar
untuk memberikan rangsangan alami selama proses pemijahan sehingga ketinggian
air kolam menjadi antara 40 cm pada pintu pemasukan dan 70 cm pada pintu
pembuangan. Pada saat itulah induk tawes biasanya mulai berkejar-kejaran dan
sesekali terlihat rombongan ikan tawes jantan bersama seekor tawes betina
muncul di permukaan kolam.
Jika tidak ada aral melintang atau
penyimpangan prinsipal ikan tawes akan memulai memijah pukul 19.00 sampai
dengan pukul 22.00 yang biasanya ditandai dengan adanya suara berdengung
seperti kawanan kumbang (Susanto, H. 2003). Pemijahan itu biasanya terjadi pada
bagian tepi kolam yang dangkal atau dekat dengan pintu pemasukan hal ini karena
dipicu adanya bunyi gemericik air masuk. Induk tawes tersebut akan memijah
sepanjang malam sampai perut induk betina benar-benar kosong. Selanjutnya pada
pagi hari induk-induk tawes tetap dibiarkan didalam kolam pemijahan, dan
pemasukan air harus diperkecil untuk menghindari hanyutnya telur tawes dan juga
menghindari meloncatnya induk tawes melalui saluran pemasukan maupun pembuangan
air.
5.
Penetasan telur
Penetasan telur-telur ikan tawes
dilakukan didalam kolam pemijahan, kemudian pada pagi hari telur-telur itu
diperiksa, telur yang menumpuk disekitar kolam disebar rata agar penetasan
terjadi sempurna. Telur-telur tersebut akan menetas dalam waktu yangt singkat
yaitu sekitar 13 jam pada suhu antara 24 – 32 0C Penetasan yang
relatif singkat ini dimungkinkan karena telur tawes berdinding sangat tipis,
namun untuk penetasan total membutuhkan waktu antara (2 – 3) hari.
Selama proses penetasan, induk-induk
tawes diberi pakan berupa dedak halus atau dedaunan. Beberapa hari kemudian
barulah benih tawes berwarna putih keperakan mulai terlihat dan memakan dedak
halus seperti induknya. Benih-benih tawes tersebut dipelihara selama kurang
lebih 25 hari dan selanjutnya dapat dilakukan pemanenan untuk dibesarkan
menjadi ukuran konsumsi.
6. Pemanenan
hasil
Pemungutan hasil dilakukan dengan
memanen benih tawes setelah berumur 25 hari dengan menangkapnya menggunakan
waring halus atau dengan mengeringkan kolam secara total. Pemanenan benih harus
dilakukan pada saat suhu air masih rendah untuk menghindari stres yang dapat menyebabkan
kematian. Waktu yang tepat untuk pemanenan adalah pagi atau sore hari, untuk
penangkapan pada pagi hari, pengeringan kolam dilakukan pada tengah malam,
sehingga menjelang matahari terbit air akan tersisa pada kemalir. Benih yang
terkumpul didalam kemalir kemudian ditangkap menggunakan sekop net. Sementara
itu, induk-induk tawes dikembalikan ke kolam pemeliharaan induk untuk menunggu
kematangan telur berikutnya sehingga pada waktu yang diinginkan dapat kembali
dipijahkan.
Benih tawes kemudian ditampung
didalam hapa dan ditempatkan pada air yang baru atau di depan pintu pemasukan
kolam lain. Didalam hapa kemudian dilakukan sortasi, benih yanag pertumbuhannya
bagus dengan morfologi lengkap sebagian dijadikan stok untuk calon induk. Benih
yang pertumbuhannya kurang bagus, dapat dibesarkan tersendiri dan dilakukan pengontrolan
agar pertumbuhannya dapat dikedalikan.
3.4.
Pemijahan Sistem Imbas
Pemijahan ikan tawes dapat juga
dilakukan melalui sistem imbas atau induksi bersama dengan ikan mas. Dalam
pemijahan sistem imbas ini, tawes akan terangsang oleh adanya bau amis (telur
dan sperma) dari ikan mas yang telah memijah terlebih dahulu. Pemijahan sistem
imbas sebenarnya dilakukan untuk merangsang ikan mas agar memijah karena
aktifitas pemijahan tawes, tetapi tidak jarang pemijahan ini menjadi terbalik
justru tawes menjadi terimbas sebagai akibat ikan mas yang memijah terlebih
dahulu.
1. Persiapan kolam pemijahan
Kolam yang digunakan untuk pemijahan
dengan sistem imbas pada perinsipnya tidak jauh berbeda seperti pemijahan
dikolam tanah, hanya saja perlu disiapkan sesuai dengan kondisi alami seperti
habitat aslinya meskipun yang diharapkan tawes dapat terimbas karena pemijahan
ikan mas. Ukuran kolam pemijahan yang digunakan berkisar antara 50 – 100 m2
yang di tembok diseluruh dindingnya atau pada kolam tanah biasa yang dilengkapi
dengan pintu pemasukan dan pembuangan air agar air dapat dikontrol. Kolam
kemudian dipasang satu pasang hap yang ditempatkan saling berseberangan, hapa
yang satu dipasang kakaban sesuai dengan jumlah induk ikan mas yang akan
dipijahkan, Sedangkan pada hapa lainnya tidak diberikan kakaban sebagai
pemijahan tawes.
2.
Pelepasan Induk
Induk tawes dan induk mas yang akan
di pijahkan dipilih yang berkualitas baik, yaitu tingkat kematangan gonadnya
harus Sudah benar-benar matang dan siap untuk memijah hal ini karena dalam
pemijahan sistem imbas dimaksudkan untuk menjamin keberhasilan pemijahan tawes
atau ikan mas yang telah matang kelamin. Disamping tingkat kematangan gonadnya,
induk juga harus dipilih bentuk morfologi yang sempurna dan tidak cacat dan
bebas dari penyakit. Induk tawes dan induk mas yang telah diseleksi kemudian
dimasukkan kedalam hapa yang telah disiapkan. Pelepasan induk dilakukan seperti
halnya pada pemijahan ikan tawes secara sendiri dikolam tanah.
3.
Penetasan telur
Penetasan telur antara ikan mas dan
ikan tawes berbeda cara penanganannya. Hal ini disebabkam karena perbedaan
sifat telur di antara keduanya. Telur ikan mas bersifat adesif (melekat) dan
tidak dapat terlepas dari alat penempelnya (substrat) sehingga penetasannya pun
harus dilakukan sekaligus dengan substratnya. Sebaliknya, telur tawes bersifat
melayang (demersal) sehingga penetasan perlu dilakukan dengan alat khusus. Penetasan
telur dilakukan di corong penetasan yang terbuat dari kain kasa yang sangat
halus. Corong penetasan ini di buat dengan diameter 30 cm dan panjang (20 – 30)
cm. Bagian rangka corong di buat dari besi. Sementara itu, diujung corong yang berbentuk
kerucut diberi lubang untuk selang plastik. Sebelum telur dipindahkan ke tempat
penetasan maka corong – corong perlu dipersiapkan dulu.
Corong penetasan yang sudah pernah di pakai
harus dicuci dulu dan direndam dalam larutan PK supaya bebas hama. Besi penggantungnya
di pasang di atas penetasan. Keran-keran air yang akan dihubungkan dengan
corong penetasan sebaiknya di cek kembali, masih baik atau sudah tersumbat.
Jika tersumbat sebaiknya keran tersebut dibetulkan terlebih dahulu agar
nantinya tidak akan menggagalkan penetasan telur-telur ikan tawes, kemudian
dipindahkan dari hapa pemijahan kedalam corong-corong penetasan tersebut. Pada
tiap corong ditetaskan sebanyak 30.000 butir telur. Telur-telur yang ada di
dalam corong akan mengendap di dasar corong yang berbentuk kerucut. Agar
telur-telur tersebut dapat mengambang maka keran air di buka agar air masuk
kedalam corong.
Setelah aliran air masuk maka
telur-telur akan mulai berputar mengikuti sIrkulasi aliran air sehingga tidak
menumpuk di dasar corong. Selain itu, telur-telur di dalam corong penetasan
juga mendapatkan suplai oksigen yang dibawa oleh aliran air tersebut. Beberapa
jam Setelah telur ditetaskan maka akan tampak lapisan minyak yang berasal dari
telur tawes yang biasanya berkumpul di bagian permukaan air.
Dengan permukaan air yang baru dari
keran maka permukaan air bak penetasan akan lebih tinggi dibandingkan pintu
pembuangan, akibatnya, lapisan minyak yang berada di permukaan air akan hanyut
terbawa aliran air. Setelah 13 jam maka benih-benih akan mulai menetas dan
mengikuti aliran air dari keran, sama seperti telur-telur tawes. Oleh karena
masih lemah maka benih-benih ini akan terbawa aliran air. Untuk itu, agar
benih-benih tersebut tidak terhanyut keluar dari corong, sebaiknya aliran air
diperkecil. Sampai dua hari setelah menetas benih belum memerlukan makanan dari
luar karena benih tersebut masih mangandung telur. Dalam waktu dua hari itu juga
telur-telur yang terlambat menetas sudah manetas semuanya.
4. Pemindahan benih
Pemindahan
benih tawes dilakukan pada hari ketiga Setelah menetas. Pada hari itu, benih
tawes mulai membutuhkan makanan dari luar. Pemindahan benih ini harus dilakukan
dengan hati-hati karena kondisinya masih lemah. Untuk memindahkan benih ini
dilakukan dengan cara mematikan keran-keran air lalu tunggu beberapa saat
sampai benih berkumpul. Dengan mengunakan gelas atau cangkir beremail, benih di
pindahkan kedalam ember lalu dibawa kekolam pendederan. Jumlah benih yang
dihasilkan setiap kg induk tawes berkisar antara 50.000 – 100.000 ekor umur 3
hari.
3.5.
Pendederan
Persiapan kolam pendederan untuk
ikan tawes ini sama halnya untuk ikan-ikan lainnya. Mula-mula kolam dikeringkan
selama 2 – 3 hari, kemudian dilakukan perbaikan pematang dan pembuatan
caren/saluran. Dasar kolam diolah, dicangkul, kemudian dipupuk dengan Urea
& SP 36 10 gr/m2. Setelah kolam dipupuk, diairi setinggi 2 – 3
cm dan dibiarkan 2 – 3 hari, kemudian air kolam ditambah sedikit demi sedikit
sampai kedalaman 50 cm. Kolam
yang dipergunakan sebagai tempat pendederan biasanya berukuran antara 300 – 600
m2. Tinggi air dalam kolam pendederan pada pintu pemasukannya 45 cm, dan 75 cm
di pintu pengeluaran air. Padat penebaran benih yang berukuran 2 cm atau berumur
3 – 4 minggu sebanyak 10 – 20 ekor/ m2. Dalam kolam seluas 300 m2 dapat
ditebarkan benih sebanyak 4.500 ekor.
Pendederan ini biasanya lamanya 3 –
4 minggu dan benih yang di panen dapat mencapai ukuran 3 – 5 cm. Lebih jauh
untuk menjaga keselamatan ikan tersebut, kemalir harus dibebaskan dari lumpur
yang masuk secara tidak sengaja. Pembersihan lumpur ini dapat dilakukan sehari sebelum
kolam dikeringkan dengan mempergunakan kaki pada saat kolam masih terisi penuh
oleh air. Jika ini diabaikan dapatlah dipastikan ikan-ikan tawes yang dipanen
nanti akan mabuk oleh lumpur yang teraduk pada kemalir ini. Pendederan
selanjutnya dapat kembali dilakukan dengan padat penebaran kurang lebih 4 – 6
ekor/ m2 luas kolam untuk benih-benih ikan yang berukuran 5 cm. Setelah
pendederan ini selesai, maka dapat dipanen dan hasil benih dapat dijual atau
ditebar lagi di kolam pendederan II.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Informasi Penyuluh Pertanian Magelang;
Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id, Maret 2001.
Arisman.
1985. Perikanan Darat. Angkasa: Bandung.
Asmawi. Suhaili. 1983. Pemeliharaan Ikan
dalam Keramba. PT Gramedia, Jakarta.
Susanto,
Heru. 1993. Budidaya
Ikan di Pekarangan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Susanto, Heru. 2003. Usaha Pembenihan Dan
Pembesaran Tawes. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar