Minggu, 21 Desember 2014

PEMBENIHAN IKAN PATIN (Pangasius pangasius)

I. PENDAHULUAN


Dalam rangka pengembangan perikanan nasional, budidaya ikan patin merupakan salah satu alternatif komoditi yang memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan.  Berkenaan dengan hal tersebut , diperlukan upaya untuk memproduksi ikan patin secara budidaya (culture) dan bukan secara penangkapan (capture). Salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah teknologi pembenihan, yang merupakan mata rantai pertama dari kegiatan budidaya.
Pembenihan merupakan salah satu kegiatan dari budidaya yang berfungsi sebagai penyedia benih untuk kegiatan pembesaran, baik untuk kegiatan di kolam maupun kegiatan  di keramba atau jaring apung.


II. MENGENAL IKAN PATIN


2.1  Sistematika dan Ciri Morfologis

Sistematika ikan patin adalah sebagai berikut:

Ordo                            : Ostariophysi
Sub-ordo                     : Siluroidae
Famili                          : pangasidae
Genus                         : Pangasius
Spesies                       : Pangasius pangasius Ham. Buch
Nama Inggris              : Catfish
Nama local                  : Ikan patin
 

Gambar 1. Ikan Patin (Pangasisus-pangasius)
Ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya bisa mencapai 120 cm, suatu ukuran yang cukup besar untuk ukuran ikan air tawar domestik. Kepala patin relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah. Hal ini merupakan ciri khas golongan catfish. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba.
Sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang bergerigi dan besar di sebelah belakangnya. Sementara itu, jari-jari lunak sirip punggung terdapat enam atau tujuh buah. Pada punggungnya terdapat sirip lemak yang berukuran kecil sekali. Adapun sirip ekornya membentuk cagak dan bentuknya simetris. Ikan patin tidak memiliki sisik. Sirip duburnya panjang, terdiri dari 30 - 33 jari-jari lunak, Sedangkan sirip perutnya memiliki enam jari-jari lunak. Sirip dada memiliki 12 - 13 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi senjata yang dikenal sebagai patil.

2.2  Sifat-sifat Biologis
Ikan patin bersifat nokturnal (melakukan aktivitas di malam hari) sebagaimana umumnya ikan catfish lainnya. Selain itu, patin suka bersembunyi di dalam liang-liang di tepi sungai habitat hidupnya.
Hal yang membedakan patin dengan ikan catfish pada umumnya yaitu sifat patin yang termasuk omnivora atau golongan ikan pemakan segala. Di alam, makanan ikan ini antara lain ikan-ikan kecil lainnya, cacing, detritus, serangga, biji-bijian, udang-udang kecil, dan moluska.
Ikan patin termasuk ikan dasar. Hal ini bisa dilihat dari bentuk mulutnya yang agak ke bawah.Habitatnya di sungai-sungai besar dan muara-muara sungai yang tersebar di Indonesia, India, dan Myanmar.  Daging ikan patin sangat gurih dan lezat sehingga terkenal dan sangat digemari oleh masyarakat.

Di alam ikan ini dikumpulkan di tepi-tepi sungai besar pada akhir musim penghujan atau sekitar bulan April sampai Mei. Alat yang dipergunakan adalah seser yaitu semacam jala yang diperegang dengan sepasang bilah bambu. Pengoperasiannya dengan cara mendorong atau menyeserkannya ke arah depan. Waktu penangkapannya menjelang fajar karena pada saat itu anak-anak patin umumnya berenang bergerombol dan sesekali muncul ke permukaan air untuk menghirup oksigen dari udara langsung.


2.3   Kerabat Ikan Patin
Kerabat dekat ikan patin yang ada di Indonesia umumnya memiliki ciri-ciri keluarga Pangasidae pada umumnya, yaitu bentuk badannya sedikit memipih, tidak bersisik atau sisiknya halus sekali. Mulutnya kecil dengan 2 - 4 pasang sungut peraba. Terdapat patil pada sirip punggung dan sirip dadanya. Sirip duburnya panjang dimulai dari belakang dubur hingga sampai pangkal sirip ekor.
Konon kerabat patin di Indonesia terdapat cukup banyak, di antaranya  Pangasius polyuranodo (ikan juaro),  Pangasius macronema (ikan rios, riu, lancang), Pangasius micronemus (wakal, riuscaring),  Pangasius nasutus (pedado),  Pangasius nieuwenhuisii (lawang).
1.  Pangasius polyuranodo
Ikan ini dikenal juga dengan sebutan ikan juaro. Tubuhnya berwarna putih seperti mutiara dengan punggung kehitam-hitaman. Bentuk tubuh tinggi dengan sirip punggung memiliki tujuh jari-jari  lunak dan dua  buah jari-jari  keras yang salah satu di antaranya menjadi senjata yang sangat ampuh berupa patil yang sangat kuat. Sirip lemak pada punggungnya kecil sekali, sementara sirip ekornya bercagak simetris. Sirip duburnya panjang dan memiliki 35 - 40 jari-jari lunak. Sirip perut memiliki enam buah jari-jari  lunak,  sedangkan sirip dada  memiliki  12 - 13 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang sangat kuat yang juga berfungsi sebagai patil.
Di dekat lubang hidungnya terdapat sungut peraba dari rahang atas yang berpangkal di sudut mulut dan ujungnya sampai di pangkal sirip dada. Sungut peraba pada rahang bawah pendek. Panjang tubuh dapat mencapai 50 cm, hidupnya di sungai-sungai. Penyebarannya di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Thailand.

2.  Pangasius macronema
Ikan ini memiliki sungut yang lebih panjang daripada kepala. Gigi veromine terpisah-pisah, terdapat 37 - 45 sisir saring tipis pada lengkung insang pertama.  Garis di tengah badan dan pada perut jelas terpisah di awal sirip dada.  Penyebaran ikan ini meliputi daerah  Jawa, Kalimantan, dan Indocina.

3.  Pangasius micronemus
Ikan ini memiliki gigi veromine terpisah atau bertemu di satu titik, matanya sangat besar (kira-kira seperempat panjang kepala), moncong berbentuk segi, cuping rahang bawah memanjang daripada membulat, tonjolan tulang lengan pada pangkal sirip dada sangat pendek. Sungut rahang atas memanjang sampai pinggiran belakang mata atau melampauinya. Terdapat 13 - 16 sisir saring pada lengkung insang pertama.  Ikan ini terdapat di Kepulauan Sunda dan Thailand.

4.  Pangasius nasutus
Moncong ikan ini berbentuk runcing tajam dan sangat mencolok. Kumpulan gigi veromine lebarnya tiga kali panjangnya. Matanya sangat kecil (enam kali lebih pendek daripada panjang kepala) dan terletak di atas garis sudut mulut. Jumlah jari-jari sirip dubur relatif sedikit. Ketika mulutnya tertutup, gigi-gigi rahang atas terlihat semua.  Penyebaran ikan ini di Sumatera, Kalimantan, dan Malaysia.

5.  Pangasius nieuwenhuisii
Gigi veromine dan palatine bersatu dalam bidang lebar. Tonjolan tulang lengan pada pangkal sirip dada memanjang sampai dua per tiga atau tiga per empat jaraknya dari ujung sirip dada. Moncongnya meruncing.  Penyebaran ikan ini di Kalimantan Timur.


III. PERSIAPAN PEMBENIHAN


3.4  Menyiapkan unit pembenihan
            Sebelum menyiapkan  satu unit pembenihan, ada beberapa persyaratan yang mutlak harus dipenuhi agar kegiatan pembenihan dapat berjalan/berfungsi sesuai dengan yang diharapkan. Pesyaratan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
(1) Air yang digunakan harus bersih, jernih dan mengalir terus guna menyuplai oksigen serta untuk menggerakan telur yang sedang ditetaskan,
(2) Suhu udara dan suhu air pada unit pembenihan harus stabil  dan tidak berfluktuasi. Suhu air yang baik pada saat penetasan telur menjadi larva di akuarium adalah antara 26–28 derajat C. Pada daerah-daerah yang suhu airnya relative rendah diperlukan heater (pemanas) untuk mencapai suhu optimal yang relatif stabil. Keasaman air berkisar antara: 6,5–7. Kegiatan pembenihan merupakan upaya untuk menghasilkan benih pada ukuran tertentu. Produk akhirnya berupa benih berukuran tertentu, yang umumnya adalah benih selepas masa pendederan.
Satu unit pembenihan ikan patin terdiri atas beberapa bagian yang saling terkait yang merupakan sistem, sehingga semua bagian-bagian tersebut harus ada. Adapun bagian-bagian unit pembenihan sebagai berikut:

a.    Ruang tertutup
            Suatu ruang yang dibuat sedemikian rupa diman fentilasi atau pertukaran udara didalam ruan dengan udara luar sangats edikit sekali. Sehungga suhu udara didalam ruangan tetap stabil pada kisaran antar 28 -300. Ruang tertutup tersebut dibuat secara permanen dengan dinding tembok,lantai dasar tembok , dan ruang yang semi permanenatau ruangan bekas seperti udang . Luas bangunan ruangan tertutup minimal 20 m2.
            Didalam ruangan terdapat wadah tempat penetasan telur, penyaringan air, pemeliharaan larva. Sehingga ruangan ini merupakakn sentra dari kegiatan pembenihan , sebab semua kegiatan pembenihan akan terpusat di ruangan tersebut. Mulai dari kegiatan penyuntikan induk jantan dan betina, striping atau kpengurutan telur dan pembuahan, penetsan telur dan perawatan larva atau benih.

b.    Listrik
Aliran listrik yang berasal  dari PLNdengan voltase 220 Volt iperlukan ala kegiatan pembenihanuntuk penerangan, untuk menggerkakan pompa isap agar sirkulasi tetapa berjalan selama kegiatan poembenihan serta untuk menjalankan aerator (pompa udara) guna mensuplai oksigen yang terlarut kedalam air.kapasitas listri yang diperlukqan unituk satu unit pembenihan ikan patin mninimal 450 VA.

c.      Air bersih
Air yang digunakan harus jernih dan bersih tiak mengandung kaporit. Hal tersebut dimaksudkan agar telur-telur ikan patin yag sedang ditetaskan dapat menetas dengan sempurna. Sumber air dapat berasal dari sumur pompa  yang biasa digunakan untuk keperluan keluarga, atau sumur pompa tersendiri yang dibuat terpisah.
Sebelum digunakan air yang berasal dari sumur di tamping terlebi dahulu bebrapa saat dalam tempat penampungan sementara (turn) guna menetralisir air dari bahan-bahan beracun yng dapat mengganggu dalam proses penetasan telur serta untuk menstabilkan suhu.

d.    Bak filter
Bak filter berfungsi sebagai tempat untuk menyaring air yang berasal dari wadah penetasan telur. Bak filter tidak harus permanen dari tembok, akan tetapi dapat menggunakan wadah-wadah tertentu yang dapat dipindah-pindahkan guna memudahkan dalam pengaturan tata letak atau posisi.
Bak filter air yang dapat digunakan seperti bak fiber glass berukuran 1 x 1 m atau yang lebih praktis lagi dapat menggunakan tong plastic bekas volume 200 liter. Posisi tempat menyimpan wadah filter berada sedikit diatas wadah untuk menampung air, sehingga air yang telah tersaring akan mengalir kedalam wadah penampungan air. Antara wadah filter dengan wadah penampungan air dihubungkan dengan paralon yang berukuran 2 inci. Agar air benar-benar tersaring, maka didalam wadah filter tadi disusun sedemikian rupa bahan-bahan penyaring dimulai dari lapisan bawah berupa batu kerikil, lapisan ijuk dan arang, lapisan pasir dan yang paling atas batu kerikil. Tebal masing-masing lapisan kurang lebih 3 – 5 cm dan bahan-bahan yang akan digunakan dibersihkan terlebih dahulu guna menghindari terjadinya serangan penyakit.

e.     Bak Penampungan Air Bersih
Bak penampungan air bersih berfungsi untuk menampung air bersih yang berasal dari bak filter. Bak penampungan air bersih dapat terbuat dari fiber glass berukuran 1 x 1 m atau tong plastik bekas volume 200 liter. Posisi bak penampungan air bersih harus berada sedikit dibawah bak filter dengan maksud agar air yang berasal dari bak filter mengalir dengan sendirinya ke bak penampungan tersebut.

f.     Water turn
Water turn atau tempat penampungan air berupa tong plastic bekas berukuran volume 200 liter. Water turn diletakan pada tempat yang paling tinggi diantara wadah-wadah yang lainnya. Diletakan pada penyangga yang terbuat dari kerangka kayu kaso pada ketinggian kurang lebih 180 cm dari lantai dasar bangunan. Hal tersebut dimaksudkan untuk memudahkan dalam mengalirkan air kecorong-corong atau tempat penampungan larva (benih) yang baru menetas.
Ada tuga saluaran air yang ter\bauat dri pipa paralon yang diubungkan ke water turn yaitu; (1) paralaon parmasukan air, yang berfungsi untuk mmengalirkan air dari wadah penampungan air bersih, (2) paralon pengeluaran air yan berfunsi untuk mengalirkan air dari  watern turn kecoron-corong tempat penetasan telur dan, (3) paralon pelimpasan air dari waten turn kewadah penampungan air bersih, hal tersebut dimaksdukan guna menjaga apabila sewaktu-waktu air dalam wadah watern turn melimpah atau melebehi volume wadah.

g.    Pompa isap
Pompa isapa yang digunakan sebanyak satu buah dan berfungsi untuk menglirkan air dari wadah penampungan air bersih kewater turn . pompa isap yang digunakan adalah pompa isap yang banayk dijual dipasaran dengan kapasitas 42 liter/menit.



h.    Corong penetasan telur
Corong penetasan berfungsi sebagai tempat untuk menetaskan telur-telur ikan patin. corong penetasan terbuat dari fibre glass sebanyak 5 berukuran diameter bagian atas 45 cm dan tinggi corong 45 cm. Corong penetasan disusun secar aberjajar  dengan menggunakan rak kayu atau besi sebagai penyangga. Ssetiap corong dilkengkapi dengan pipa paralon pemasukan air yang berasal dari watern urn dan pipa paralon pengeluaran air untuk mengalirkannair ketempat penampungan benih.

i.      Tempat penampungan larva
 Wadah untuk menamp[ung larva atau benih patin yang baru menetas berupa bak fibre glass sebanyak 2 buah berbentuk silinder (bulat) volume 500 liter. Selain dapat pula digunakan bak fibre glasss berukuran 2x2x0,5 m sebanyak 1 buah. Guna memudahkan dalam penangkapan larva, wadah tersebut dilengkapi dengan happa (terbuat dari kain trilin) berukuran 1x0,5x0,5 m sebanyak 2 buah.
Benih-benih yang baru menetas yang berasal dari corong penetasan akan terbawa oleh aliran air sehingga akan tertampung di dalam happa. Pada bagian tengah wadah penampungan larva dipasang pipa paralon yang berpungsi untuk mengalirkan air keadah penyaringan air (filter).

j.      Tempat pemeliharaan benih
Tempat pemeliharaan benih dapat berupa akuarium atau bak pemeliharaan benih dissuaikan dengan benih yang dipelihara. Apabila menggunakn fibre glass berbentuk bulat berkapasitas 1 kubik air jumlahnya disediakan cukup 6 buah

k.    Blower (pompa udara)
Untuk menambah suplay oksigen, maka setiap wadah dilengkapi aerator yan berasal dari pompa udara (blower)yang dihubungkan dengan slang-slang kecil kesetiap wadah pemeliharaan larva. Untuk satu unit pembenihan dibutuhkan satu buah blower dengan kapasitas 500 liter/jam. Blower tersebut umumnya banyak dijual ditoko-toko peralata perikanan atau ditempat penjual ikan hias.
 
VI. TEKNIK PEMBENIHAN IKAN PATIN


4.5   Kolam Induk
Induk ikan patin dapat diplihara pada kolam atau sangkar. Kolam atau sangkar dapat digunakan sebagai tempat pemeliharaan induk baik sebelum maupun sesudah induk dipijahkan . antar induk jantan dan betina dapat dipelihara pada suatu kolam atau sangkar dan tidak perlu dipisahkan seperti ikan mas. Hal tersebut dimakasud kan untuk mengefisiensikan penggunaan kolam , karena ikan dipijahkan secara kawin suntik.
Luas yang digunakan disesuaikan dengan lahan yan tersedia, minimal luas kolam yang diperlukan adalah 20 m2, dengan kedalamnan minimal 100 cm. bila induk dipelihara didalam sangkar kayu yang dilengkapi dengan rakit dan pelampung ukurannya 3x1,5x2m, dengan jumlah padat tebar 5 ekor/m3.

4.6   Pembenihan Intensif
Ikan patin termasuk salah satu jenis ikan yangs ulit dipijahkan secara alami, karena sulit untuk menciptakan atau memanipulasi lingkungan yang sesuai dengan habitatnya di alam.oleh karena itupemijahan ikan patin dapat dilakukansecar buatan denan rangsangan menggunakan kelenjar hifofisa.

a.    Persiapan induk
Induk merupakan salah satu factor tertentu keberhasilan dalam usaha pemebenihan ikan patin. Induk yang baik dan sehat tentu akan menghasilkan benih yang baik pula. Induk pati yang akan dipijahkan dapat berasal dari alam atau induk-induk yang dipelihara sejak kecil di kolam.
Induk-induk yang berasal dari alam tingkah lakunya masih liar dan kadang-kadang banyak ditemui yang luka-luka akibat dari penangkapan. Untuk itu induk induk yang baik dipijahkan adalah induk-induk yang telah dipelihara di kolam atau wadah lainnya.
Tempat pemeliharaan induk berupa beberapa sangkar kayu dan masing-masing berukuran 3 m x 1,5 m x 2 m.  Tempat pemeliharaan ini dilengkapi dengan rakit dan pelampung dari drum. Calon induk yang dipelihara berukuran 1,5 - 2 kg dengan padat penebaran 5 ekor/m3 air. Pemeliharaan calon induk ini dimaksudkan untuk mendapatkan patin yang matang kelamin.

Induk yang akan dipijahkan sebaiknya dipelihara dulu secara khusus di dalam sangkar terapung. Selama pemeliharaan, induk ikan diberi makanan khusus yang banyak mengandung protein  
Untuk mendapatkan induk patin yang baik, maka selama pemeliharaan dikolam diberikan makanan tambahan yang cukup mengandung protein. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sub Balai Penelitian Air Tawar Palembang komposisi makanan untuk patin terdiri dari 35% tepung ikan, 30% dedak halus, 25% menir beras, tepung kedelai serta vitamin dan mineral sebanyak 0,5%. Campuran bahan makanan tersebut dibuat menjadi pasta dan diberikan lima hari  dalam seminggu sebanyak 5% per hari dari bobot induk pada pagi 2,5 % dan sore hari 2,5 %. dan sore hari.
Selain itu, diberikan juga ikan rucah dua kali seminggu sebanyak 10 % dari bobot ikan induk. Langkah ini dilakukan untuk mempercepat kematangan gonad.
Setelah sekitar empat bulan pemeliharaan induk, tidak semua calon induk matang kelamin. Hanya sekitar 20 – 30 % dari jumlah calon induk yang matang kelamin. Untuk itu perlu dilakukan seleksi lagi untuk memilih induk yang siap dipijahkan. 
a.   Seleksi Induk Matang Gonad
Induk ikan patin yang akan dipijahkan diseleksi terlebih dahulu yaitu memilih induk-induk yang matang gonad atau siap pijah. Penangkapan induk dilakukan dengan mengurangi volume air kolam sampai mencapai ketinggian 20 cm dari dasar kolam. Penangkapan induk dapat dilakukan secara hati-hati untuk menghindari terjadinya stress. Penangkapan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan jarring, atau dengan menggunakan tangan. Adapun  cirri induk ikan patin yang telah matang gonad adalah sebagai berikut:
1.    Induk betina
ü  Umur kurang lebih 3 tahun
ü  Berat minimal 1,5-2 kg per ekor.
ü  Perut membesar kearah anus.
ü  Perut bila diraba terasa empuk dan halus.
ü  Kloaka membengkak dan berwarna merah tua.
ü  Kulit pada bagian perut lembek dan tipis.
ü  Bila ditekan disekitar kloaka, maka akan keluar beberapa butir telur berbentuk bundar dan besarnya seragam.
2.    Induk jantan
ü  Umur minimal 2 tahun.
ü  Berat 1,5-2 kg per ekor.
ü  Kulit perut lembek dan tipis.
ü  Bila perut diurut kearah anus, maka akan keluar caiaran sperma berwarna putih.
ü  Alat kelamin membengkak dan berwarna merah tua.

Selain ciri-ciri seperti tersebut diatas, induk ikan patin yang akan dipijahkan harus sehat secara fisik, yaitu tidak terinfeksi oleh penyakit, parasit atau luka akibat benturan, pukulan, goresan, sayatan dan lain-lain. Induk yang baik juga harus memilki sifat pertumbuhan relative cepat, resisten terhadap penyakit toleran atau mudah berdaptasi terhadap lingkungan dan makanan.

b.  Induced Breding/Kawin Suntik
            Ikan patin termasuk salah satu jenis ikan yang sulit untuk memijah secara alami, jika tidak berada di habitat aslinya. Untuk itu perlu dilakukan pemijahan sustim induced breeding (kawin suntik). Tingkat keberhasilan peminjahan sistim kawin suntik sangat dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad patin. Selain itu factor lainnya yang cukup berpengaruh adalah kualitas air, penyediaan makanan yang berkualitas dan dalam jumlah yang mencukupi, serta kecermatan dalam penanganan/pelaksanaan penyuntikan.
Induced breeding dapat dilakukan dengan menggunakan kelenjar hipofisa yang berasal dari ikan lain seperti ikan mas atau dengan menggunakan kelenjar hipofisa yang mengandung hormone gonadotropin dengan merk dagang ovaprim.

1.    Menggunakan kelenjar hipofisa dari ikan mas.
Urutan pekerjaan yang dilakukan bila menggunakn kelenjar  hipofisa sebagai berikut :
o   Siapkan ikan donor atau ikan yang akan diambil kelenjar hipofisanya. Bila induk patin yang akan disuntik beratnya 3 kg, maka donor ikan mas untuk induk betina adalah seberat 9 kg dan induk jantan 6 kg.
o   Ikan mas yang akan diambil kelenjar hipofisa dipotong tegak lurus atau vertical dibagian belakang tutup insang.
o   Potongan kepala diletakan dengan posisi mulut menghadap keatas, kemudian dipotong vertical mulai dari permukaan sedikit diatas mulut sehingga akan tampak organ otak yang dilingkupi lender/lemak.
o   Otak diangkat dan lendir dibuang atau dibersihkan dengan kapas atau tisu.
o   Setelah lendir bersih, maka akan tampak butiran putih seperti beras. Itulah kelenjar hipofisa yang dibutuhkan.
o   Kelenjar hipofisa diambil dengan menggunakan pinset dan dihancurkan dengan menggunakan gelas penggerus sampai halus. Untuk memudahkan dalam penyuntikan, maka kelenjar hipofisa tadi ditambahkan akuabides sebanyak 2,5 ml. Agar larutan tersebut benar-benar hancur dan tercampur, maka gunakan sentrifugal atau pemusing.
o   Larutan kelenjar hipofisa selanjutnya diambil atau disedot dengan menggunakan alat suntik(injection).
o   Penyuntikan dapat dilakukan secara intramuscular dibelakang pangkal sirip punggung dengan menggunakan jarum suntik berukuran 0,12 mm.

2.    Menggunakan Ovaprim
Urutan pekerjaan yang dilakukan bila menggunakan ovaprim adalah sebagai berikut ;
o   Untuk mengetahui jumlah ovaprim yang akan digunakan, maka induk yang akan dipijahkan ditimbang betina maupun jantan.
o   Dosis penyuntikan indukbetina berbeda dengan induk jantan. Untuk induk jantan diperlukan ovaprim sebanyak 0,3 ml/kg induk dan induk betina sebanyak 0,5-0,9 ml/kg induk.
o   Penyuntikan terhadap induk betina dilakukan dua kali yaitu pada suntikan pertama sebanyak 2/3 dosis setelah 8-10 jam dari penyuntikan pertama.
o   Penyuntikan induk jantan dilakukan sekali bersamaan dengan penyuntikan kedua induk betina.
o   Untuk menghindari induk berontak pada saat penyuntikan yang dapat menyebabkan telur keluar, maka penyuntikan sebaiknya dilakukan oleh dua orang. Satu orang bertugas memegang ikan patin yang akan disuntik.
o   Penyuntikan dilakukan secara intramuscular dibelakang sirip punggung dengan memasukan jarum sedalam kurang lebih 2 cm dengan kemiringan 45 derajat.
o   Induk-induk patin yang telah disuntik, selanjutnya dimasukan kedalam bak/happa dengan air yang mengalir.
 


Gambar . ovaprim

a.   Striping dan Pembuahan 
Ovulasi adalah puncak dari kematangan gonad, dimana telur yang telah masak harus dikeluarkan dengan cara dipijit pada bagian perut (striping). Urutan pekerjaan adalah sebagai berikut :
·         Sediakan wadah untuk menampung telur berupa baskom plastic yang telah dibersihkan dalam keadaan kering.
·         Induk betina yang akan distriping dipegang dengan kedua belah tangan, tangan kiri memegang pangkal ekor dan tangan kanan memegang perut bagian bawah. Sedangkan ujung kepala induk patin ditopangan pada pangkal paha, selanjutnya perut diurut secara perlahan-lahan dari bagian depan kearah belakang menggunakan jari tengah dan jempol, selanjutnyatelur-telur tersebut ditampung dalam baskom.
·         Induk jantan ditangkap untuk selanjutnya diambil spermanya yang akan dicampurkan dengan telur-telur didalam baskom.
·         Pengurutan induk jantan pada prinsipnya sama saja dengan yang dilakukan terhadap induk betina. Sperma yang keluar dari perut induk jantan langsung disatukan dengan telur yang telah ditampung didalam baskom.
·         Agar terjadi pembuahan dimana telur dan sperma dapat tercampur dengan sempurna, maka dilakukan pengadukan dengan menggunakan bulu ayam kurang lebih 0,5 menit. Pengadukan dilakukan secara berputar perlahan-lahan didalam baskom.
·         Untuk meningkatkan fertiliasi(pembuahan), maka telur dan sperma tadi dapat ditambahkan pula garam dapur sebanyak 400 ppm sambil diaduk dan ditambahkan air sedikit demi sedikit. Pengadukan dilakukan kurang lebih selama 2 menit.
·         Untuk membuang kotoran berupa lender, maka perlu dilakukan penggantian air bersih sebanyak 2-3 kali. Sedangkan untuk menghindari terjadinya penggumpalan pada telur, maka dilakukan pencucian dengan menggunakan larutan lumpur. Lumpur dapat berfungsi untuk membersihkan lender-lendir yang menempel dan memisahkan antara telur. Lumpur yang digunakan berupa lumpur atau tanah dasar kolam atau tanah tegalan yang terlebih dahulu telah dipanaskan pada suhu 100o c guna menghindari penyakit.
·         Telur-telur yang dibuahi akan mengalami pengembangan, dimana ukuran telur terlihat lebih besar serta berwarna kuning penuh. Sedangkan telur-telur yang tidak di buahi akan berwarna putih dan mengendap.
b.  Proses  Penetasan telur
Wadah penetasan telur adalah berupa corong-corong p[enetasan. Untuk menjamin keberhasilan dalam penetasan sebelum digunakan dipersiapkan satu hari sebelum pemijahan.
Langkah-langkah persiapan wadah penetasan telur sebagai berikut :
1.    Semua wadah yang terdapat pada unit pembenihan patin seperti corong penetasan telur, tempat perawatan larva, bak filter air,  bak penampungan air bersih, water turn dicuci bersih dan dikeringkan.
2.    Untuk  menghindari kontaminasi jamur atau bakteri, maka corong-corong penetasan telur dapat dapat pula direndam dalam larurtan PK (Kalium Permanganat) sebanyak 20 ppm atau dengan malachite green sebanyak 5 ppm selama 30 menit.
3.    Setelah semua  wadah selesai dipersiapkan, maka  langkah selanjutnya adalah pengisian air bersih kesemua wadah, kemudian pompa isap yangh berpungsi untuk mengalirkan air dari wadah penampungan air bersih ke water turn dajalankan. Sehingga akan terjadi sirkulasi air keseluruh wadah pada unit pembenihan patin.
     Telur-telur ikan patin ditetaskan didalam corong penetasan disebarkan menggunakan bulu ayam serta mengalirkan air dengan cara mengatur debit air dengan menggunakan kran. Dengan demikian telur tidak akan menumpuk didasar corong karena dapat mengakibatkan telur menjadi busuk, akan tetapi akan selalu terangkat didalam corong tersebut. Kepadatan telur sebanyak 400 – 500 butir per liter air atau 10.000 – 20.000 butir per corong.
            Telur yang dibuahi akan berkembang sedikit demi sedikit dan menetas menjadi larva. Dari pengamatan dari tabel diatas , telur patin yang dibuahi akan menetas dalam jangka waktu 28 jam pada suhu 26 – 28oC.

c.   Penampungan Larva Sementara
Benih patin yang baru menetas yang dikenal dengan sebutan larva di tampung sementara pada tempat penampungan larva. Tempat penampungan larva berupa kain happa (trilin) yang dipasang didalam bak penampungan larva. Hal tersebut dimaksudkan guna memudahkan dalam pemanenan larva pada saat akan dipindahkan ketempat pemeliharaan.
Benih-benih larva yang baru berumur 1 hari yang terbawa oleh arus air dari corong penetasan diambil atau dipanen dengan menggunakan scopnet halus secara hati-hati. Agar benih-benih patin tidak mengalami stress. Maka kualitas air yang pada tempat penampungan larva dengan tempat pemeliharaan khususnya suhu/tempratur mendekati sama.

d.  Pemeliharaan Benih
Larva yang baru menetas belum sempurna, tetapi benih tersebut masih memiliki cadangan makanan didalam tubuhnya berupa kuning telur (yolk sack). Kelangsungan hidup benih sangat ditentukan oleh kandungan kuning telur serta kualitas air pada tempat pemeliharaan benih. Benih–benih patin akan berenang aktif kearah vertical menuju permukaan air.
            Benih yang berasal dari tempat penampungan sementara selanjutnya dipelihara pada tempat pemeliharaan benih. Tempat pemeliharaan benih dapat berupa akuarium, fibre glass atau bak yang terbuat dari plastic. Akuarium, fibre glass atau bak plastic yang akan digunakan sebelumnya dibersihkan dan dikeringkan, untuk menghindari terjadinya sarang penyakit. Setiap akuarium yang akan digunakan diisi air bersih serta diberi aerasi guna menambah kandungan oksigen yang terlarut kedalam air. Pengisian air dilakukan 1 – 2 hari sebelum penebaran benih. Untuk setiap liter air dapat dipelihara sebanyak 25-30 ekor. Apabila ada pembeli yang membutuhkan,maka benih-benih patin tersebut dapat dijual langsung untuk dipelihara atau didederkan ditempat lain.
            Selama pemeliharaan dilakukan penggantian air bersih 1-2 hari sekali atau tergantuing dari kebutuhan. Penggantian air secara hati-hati dengan cara menyipon atau sambil membuang air kotoran yang berada didasar wadah pemeliharaan dengan menggunakan selang kecil. Penambahan air bersih dilakukan secara bertahap sedikit demi sedikit guna menghindari terjadinya stress terhadap benih yang dipelihara sampai posisi air mendekati ketinggian semula.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh zainal arifin  (1990)bawah benih patin yang dipelihara pada air dengan salinitas 4 permil dan 8 permil akan memiliki derajat kelangsungan hidup 87,8% dan 85,7%. Sedangkan bila benih dipelihara pada salinitas 0 permil dan 12 permil mempunyai derajat kelangsungan hidup masing-masing hanya 73,3 % dan 72,3%.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di laboratorium Sub Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Palembang ternyata derajat kelangsungan hidup (survival rate) benih patin lebih tinggi pada sistem resirkulasi  dari pada non resirkulasi air. Sebagai pedoman seperti yang terdapat pada table 1.1 dibawah ini:

Table 1.1. derajat kelangsungan hidup (survival rate) benih patin.
Perlakuan
Jumlah (ekor)
Survival (rate) %
Mortalitas %

Non sirkulasi
180
35
83,33
180
17
90,55
180
16
91,11
Rata-rata
180
21
88,33

resirkulasi
180
23
87,22
180
27
88,33
180
21
23,66

180
2366
86,85
Sumber: arifin dan asyari 1991/1992

Dengan mengamati data tersebut ternyata system resirkulasi air lebih baik dari pada tanpa resirkulasi. Karena pada system resirkulasi kualitas airnya jauh lebih baik dari pada sistim tanpa resirkulsi. Hal tersebut dapat dilihat pada table 1.2 berikut:
Table 1.2 Kondisi kualitas air pada akuarium selama tujuh hari perawatan larva patin.

Jenis analisis
Resirkulasi air
Non resirkulasi
Awal
akhir
Awal
akhir
PH
Oksigen
Karbondioksida
Dma
NH3
NO2
7,5
5,9
Ppm 3,5
Ppm
1,1 cc
0 ppm
0 ppm
7,5
7,1
Ppm
2,6
Ppm
1,2 cc
HCL
0 ppm
0 ppm
7,5
5,6
3,5
1,1 cc HCL
0,5 ppm
0 ppm
7,5
6,7 ppm
2,8 ppm
1,1 cc
HCL
0,5 ppm
0 ppm
Sumber: arifin dan asyari,1990/1992.



AFTAR PUSTAKA 
Daelami Deden A.S. 2001. Agar Ikan Sehat. Jakarta : Penebar Swadaya.

Hermanto, Ning. 2004 Menggempur Penyakit Hewan Kesayangan dengan Mahkota Dewa.  Penebar Swadaya.


Warta Budidaya Edisi 8 Tahun 2005.
 


1 komentar:

  1. Thanks infonya, jangan lupa kunjungi website kami http://bit.ly/2OZLaHI

    BalasHapus