Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang
dapat dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Budidaya
ikan Lele Dumbo dinilai memiliki prospek baik di masa depan karena keunggulan
yang dimilikinya. Pemeliharaan ikan Lele Dumbo relatif mudah dan mampu hidup
dalam air yang kualitas kurang baik sekalipun. Pertumbuhan ikan ini juga
relatif cepat jika dibandingkan dengan lele lokal dan cepat tumbuh dam waktu
pemeliharaan yang cukup singkat. Disamping itu, Lele Dumbo juga memiliki
kandungan gizi yang tinggi dan rasa daging yang gurih sehingga permintaan ikan
Lele Dumbo di pasaran saat ini cukup tinggi.
Pemeliharaan Ikan Lele
Dumbo pada umumnya dilakukan dikolam konvesional
seperti kolam galian dan kolam beton. Budidaya pada kolam konvensional
memiliki kekurangan dan resiko yang cukup berat yang dapat menyebabkan
kegagalan atau pun kerugian pada pelaku utama atau pembudidaya ikan. Oleh
karenaya peru adanya alternatif solusi dalam melakukan budidaya selain
menggunakan kolam konvensional. Apalagi untuk daerah yang kondisi atau sumber airnya sangat minim
alternatif solusi sangat dibutuhkan. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu
dilakukan penelitian/pengkajian tentang “Budidaya Lele Di Kolam Terpal.
II. MENGENAL KOLAM KONVENSIONAL DAN RISIKO PEMBUATANNYA
kolam
konvensional adalah kolam yang umum dibuat oleh masyarakat dan secara teknis
metode pembuatannya telah diterapkan secara turun-temurun. Kolam yang termasuk
dalam kategori ini, yaitu kolam gali dan kolam semen.
Kolam
gali sering kali juga berfungsi sebagai tempat pembuangan air limbah keluarga
yang lazim diistilahkan sebagai kolam comberan. Pada kenyataannya, lele memang
dapat hidup dan berkembang biak di dalam air kotor semacam ini.
Risiko
yang sering dialami pada penggunaan kolam gali adalah kekeringan air atau
sebaliknya sering terjadi kebanjiran. Pada musim kemarau, kolam gali akan
mengalami kekurangan air, bahkan kering apalgi pada daerah yang kekurangan air.
Sementara pada musim hujan, air dalam kolam dapat meluap hingga melampaui
tinggi pematang kolam. Dengan demikian, lele lebih leluasa keluar kolam dan
bertebaran di mana-mana sehingga akan mengakibatkan pembudidaya mengalami
kerugian.
Selain
kolam gali, ada pula masyarakat yang menggunakan kolam semen yang dibangun di
dalam tanah atau di atas permukaan tanah. Kolam semacam ini tentu saja
memerlukan biaya relatif mahal karena material pembuatnya dari semen.
Risiko
yang dialami dari penggunaan kolam semen, selain kekeringan air dan kebanjiran,
tidak jarang juga mengalami kebocoran akibat retak terkena sinar matahari yang
sulit diatasi. Hampir dapat dipastikan pertumbuhan pepohonan di sekitar kolam
pun akan mengakibatkan keretakan dinding atau dasar kolam sehingga terjadi
kebocoran atau perembesan.
Ada
pula risiko lain yang kemungkinan terjadi pada kolam gali maupun kolam semen.
Jika dalam kondisi tertentu, kolam ini tidak dimanfaatkan lagi karena lahan
yang tersedia akan dimanfaatkan untuk keperluan lain maka kolam tersebut harus
ditimbun dengan tanah. Dalam hal ini pasti memerlukan tenaga dan biaya.
Sementara,
jika
kolam-kolam tersebut ditelantarkan, berarti menjadi sia-sia dan kemungkinan
besar akan menjadi tempat berkembangnya bibit penyakit.
Dari
uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan kedua jenis kolam
konvensional tersebut tidak efisien dan tidak efektif, apalagi untuk dareah
yang yang sumber airnya sangat minim.
Untuk itu, perlu dicarikan solusinya.
Salah satu metode yang ditawarkan dan akan dibahas dalam materi kali ini yaitu
penggunaan kolam Terpal.
III. KEISTIMEWAAN KOLAM TERPAL
Kolam
Terpal adalah kolam yang dasarnya maupun sisi-sisi dindingnya dibuat dari terpal.
Penggunaan kolam terpal dapat mengatasi risiko-risiko yang terjadi pada kolam
gali maupun kolam semen. Terpal yang dibutuhkan untuk membuat kolam ini adalah
jenis terpal dengan ukuran ketebalan 0,09 mm. Terpal seperti ini sering digunakan
oleh tukang reparasi sepatu, umumnya berwarna hitam, putih, atau biru. Disarankan untuk menggunakan terpal berwarna hitam
karena tidak mudah terlihat kotor. Selain itu, lele juga akan merasa nyaman
tidur di tempat gelap. Pada kolam gali, hal ini ditunjukkan oleh perilaku lele
yang suka berkumpul dalam lubang-lubang di dinding kolam.
A. SANGAT TEPAT UNTUK LELE DUMBO
Pada hakekatnya, kolam terpal dapat digunakan untuk
budi daya pembesaran semua jenis
ikan air tawar seperti mujair, nila, mas, dan lele lokal. Namun demikian,
pemanfaatannya untuk pemeliharaan lele
dumbo dianggap mempunyai nilai lebih dan prospek pasar yang cukup baik.
Sebagai
gambaran, lele lokal memerlukan waktu pemeliharaan selama 9 bulan hingga layak
dipanen, sedangkan lele dumbo hanya 3 bulan. Prospek lele dumbo ini ditandai
dengan semakin maraknya penjaja pecel lele di pingir jalan. Di pasar lokal
hampir selalu terdapat penjual lele dumbo untuk konsumen. Restoran-restoran pun
banyak yang menyediakan menu lele.
B. DAPAT DIBUAT DI LAHAN YANG RELATIF SEMPIT
Usaha
pembesaran lele dumbo dengan kolam terpal dapat dilakukan di pekarangan ataupun di halaman rumah. Lahan yang
digunakan untuk kegiatan ini dapat berupa lahan yang belum dimanfaatkan atau
lahan yang telah dimanfaatkan, tetapi kurang produktif. Dalam setiap meter persegi kolam terpal dapat dipelihara lele dumbo sebanyak 50 - 70 ekor (Arie, U. 1999). Dengan pedoman ini,
dapatlah ditentukan luas kolam yang akan dibuat sesuai lahan yang tersedia.
Lebar
kolam tidak boleh lebih dari 3 m agar bagian dalam kolam tetap dapat terjangkau
tangan sehingga proses pembersihan maupun
pengambilan ikan menjadi lebih mudah. Dengan kondisi lahan yang relatif sempit berarti kegiatan ini
bukanlah monopoli masyarakat pedesaan. Masyarakat di wilayah perkotaan pun
memungkinkan
untuk
mencoba kegiatan ini.
Jika
tersedia lahan yang cukup luas dan ada rencana untuk membuat beberapa kolam terpal
maka dianjurkan untuk memulainya dengan I unit kolam dengan ukuran lebar I m
dan panjang 2 m. Setelah itu, barulah dibuat kolam terpal dengan ukuran lebar 3 m, panjang 6 m, dan tinggi I m
dengan kapasitas 1.000 ekor lele.
Sarana
air bersih untuk mengisi kolam harus tersedia. Sumber air ini dapat berasal
dari sungai, sumur gali, sumur pompa,
atau air PAM. Air tersebut akan digunakan untuk mengisi kolam pada saat awal,
untuk menambah (jika volume air dalam kolam berkurang karena proses penguapan),
dan untuk mengisi kolam kembali sehabis pengurasan.
C. TERHINDAR DARI PEMANGSA IKAN
Di
dalam kolam terpal tidak pernah ditemukan
binatang seperti kepiting, ular air, apalagi biawak. Namun, binatang ini akan sering dijumpai di dalam
kolam gali, dan memangsa ikan-ikan piaraan. Keadaan di sekitar kolam terpal yang selalu
bersih akan mengurangi datangnya
binatang-binatang ini untuk masuk ke dalam
kolam.
D. TINGKAT KEMATIAN JAUH LEBIH RENDAH
Tingkat
kematian (mortalitas) tertinggi dari populasi ikan piaraan dengan menggunakan
kolam terpal dapat diperkirakan hanya mencapai 3 % (Edy Suhedi, 2002).
Sementara, tingkat mortalitas dalam kolam gali dapat mencapai 10 – 30 % (Arie U. 2000).
Jika dibandingkan, hal tersebut jelas sangat jauh berbeda.
Dengan
tingkat kematian yang rendah maka diharapkan akan diperoleh keuntungan usaha
yang maksimal. Sebagai gambaran, dalam kegiatan uji terap dengan menggunakan
kolam berukuran lebar 3 m, panjang 6 m, dan tinggi 1 m dapat diperoleh
keuntungan usaha sebesar Rp 385.000,00 per masa panen (3 bulan). Meskipun demikian,
tingkat kematian lele dalam kolam terpal belum dapat ditekan hingga 0 % (dalam
arti tidak ada yang mati). Tingkat mortalitas 0 % tidak mungkin dapat dicapai
selama pemeliharaan tersebut karena pada kenyataannya selalu terdapat ikan yang
pertumbuhannya kecil (kerdil) sehingga dimangsa oleh ikan yang lebih besar
(kanibalisme).
E.
DILENGKAPI PENGATUR VOLUME AIR
Kolam
terpal dilengkapi dengan alat pengatur volume air yang akan bermanfaat untuk memudahkan penggantian air maupun pemanenan.
Selain
untuk menghindari banjir, alat ini juga mempermudah penyesuaian ketinggian air
sesuai dengan usia ikan. Penggantian air di dalam kolam dilakukan pada saat air
telah tampak keruh akibat kotoran lele dan sisa-sisa makanan. Penggantian air
juga perlu dilakukan pada waktu diadakan penyortiran (pengambilan lele yang
pertumbuhannya kerdil). Dengan adanya alat pengatur volume air maka proses
penggantian air menjadi lebih mudah.
Pada
saat dilakukan pemanenan, bagian alat ini dibuka sehingga air di dalam kolam
akan mengalir ke luar hingga kolam mengering. Lain halnya dengan kolam gali
yang pada saat pemanenan sangat memerlukan tenaga maupun biaya karena air di
dalam kolam harus ditimba atau dipompa ke luar kolam. Ketinggian air di dalam
kolam yang ideal untuk bibit lele hingga usia 1 bulan adalah 30 cm (Arie, U. 1999). Jika ketinggian air lebih
dari itu (misalnya 40 cm, 50 cm, atau 60
cm) maka lele seusia tersebut akan sulit bergerak sampai ke permukaan air untuk
mengambil pakan yang mengambang atau untuk menjalankan proses pernapasan.
Terkadang lele tidak mampu berenang sampai ke permukaan air. Kalaupun lele
mampu sampai ke permukaan air, biasanya dengan gerakan yang dipaksakan.
Setelah
berusia 1 - 3 bulan, ketinggian permukaan air di dalam kolam ditambah secara
berangsur-angsur hingga mencapai ketinggian 60 cm agar lele leluasa bergerak.
Lele yang mengalami kesulitan bergerak sampai ke permukaan air harus segera
diatasi agar pertumbuhannya tidak terganggu (menjadi kecil atau kerdil) bahkan
mati.
Pada
saat musim hujan, tambahan air dari curah hujan yang masuk ke dalam kolam akan
keluar secara otomatis melalui lubang-lubang pengaman pada bagian alat
tersebut. Cara membuat alat pengukur volume air dan fungsinya akan dibahas khusus
dalam Bab III.
F. MUDAH DIPINDAH-PINDAHKAN
Kolam
terpal dapat dengan mudah dipindah-pindahkan letaknya sesuai dengan keiinginan. Jika kolam berada di halaman yang sempit dan tempat tersebut akan digunakan
untuk suatu keperluan, misalnya pesta, maka lele segera dipanen dan kolam dapat
digulung kemudian disimpan sementara.
Pembuatan
kolam terpal juga dapat dijadikan peluang usaha. Kolam terpal ini dapat dibuat dan dijual secara khusus dalam satu paket karena kolam terpal dapat dengan
mudah dipindahkan.
G. DAPAT DIJADIKAN PELUANG USAHA SKALA MIKRO DAN MAKRO
Kolam
terpal dapat dijadikan kegiatan usaha dalam skala mikro untuk meningkatkan pendapatan keluarga dengan memanfaatkan waktu luang dan mengupayakan pemenuhan
kebutuhan gizi keluarga (protein
hewani).
Selain
usaha skala mikro, kolam terpal dapat pula untuk usaha skala makro (kegiatan agribisnis) yang berorientasi pada rencana target hasil, periodisasi produk, dan
kontinuitas produk untuk memenuhi
permintaan pasar.
H. HASIL LEBIH BERKUALITAS
Lele
yang dihasilkan dari kolam terpal akan tampak lebih bersih dengan warna putih kebiru-biruan dan timbangannya pun seragam. Penampilan ini sangat berbeda
dibandingkan dengan lele hasil kolam gali yang tampak kotor dan berwarna
kehitam-hitaman.IV. PETUNJUK TEKNIS PEMBUATAN KOLAM TERPAL
Kolam
terpal sangat mudah dibuat karena hanya memerlukan keterampilan melipat dan
menentukan ukuran terpal yang akan dijadikan kolam. Ukurannya dapat disesuaikan
dengan lahan yang tersedia. Apalagi saat sudah tersedia kolam terpal yang siap pakai
dengan berbagai ukuran dan dijual secara online.
Setiap unit kolam dengan ukuran tertentu akan menentukan jumlah lele yang akan
dipelihara di dalamnya. Meskipun demikian, disarankan ukuran setiap unit kolam
maksimum lebar 3 m, panjang 6 m, dan tinggi 1 m. Kolam terpal ukuran tersebut ideal untuk
pemeliharaan bibit lele sebanyak 1.000 ekor (Edy suhedi, 2002)
A. MEMBUAT KOLAM TERPAL
Untuk
memudahkan pembuatan kolam, pengerjaannya
dibagi menjadi beberapa langkah.
Langkah pertama : persiapan
1. Sediakan bahan terpal
Jika bahan terpal yang didapatkan berukuran sesuai dengan
kebutuhan maka tidak menjadi masalah. Namun, jika ukurannya lebih kecil maka
harus disesuaikan dengan jumlah terpal yang dibutuhkan atau kolam terpal dibuat
dengan ukuran yang lebih kecil.
2. Sediakan peralatan berikut
ü Meteran
atau penggaris.
ü Cangkul untuk meratakan tanah
ü Gergaji untuk memotong
ü Papan
kayu yang permukaannya rata dengan ukuran panjang disesuaikan dengan
ukuran kolam (makin lebar makin baik).
ü Balaok
kayu atau bamboo sebagai rusuk
ü Martil
dan paku
ü Plastik atau sandal karet bekas sebagai
penahan paku
3. Pembuatan Kolam Terpal
ü Ukur tanah yang akan diguakan sesuai
dengan ukuran kolam yang direncanakan
ü Ratakan
tanah yang akan ditempati membangun kolam terpal dengan cangkul untuk mencegah
adanya benda tanjam dan keras yang dapat menyebabkan kebocoran
ü Potong-potong balok kayu atau bamboo 130
cm sebanyak 10 batang(tinggi kolam 1 m, 30 cm untuk ditanam)
ü Pasang balok kayu pada sudut-sudut tanah
yang sudah di ukur (4 dibagian sudut dan 6 dibagian tengah)
ü Lekatkan papan kayu pada rusuk yang
sudah dipasang menggunakan paku hingga seluruh koalm terbentuk dari papan
(berfungsi sebgai mall dan penahan air)
ü Siapkan
terpal yang sudah disediakan dan pasang pada bagian dalam mengikuti bentuk
kolam yang sudah terbentuk dari papan tersebut.
ü Pada
bagian atas terpal rekatkan menggunakan pakau yang dilapisi plastic atau sandal
bekas agar terpal tidak mudah sobek
ü Kolam
terpal siap diairi
B.
MEMBUAT ALAT PENGATUR VOLUME AIR
Cara
membuat alat pengatur volume air ini dibagi menjadi dua langkah agar pengerjaannya lebih sistematis, mudah, dan terencana.
Langkah pertama : persiapan
Bahan-bahan
dan alat yang harus disediakan dalam pembuatan alat pengatur volume air yaitu :
1) pipa
pralon ukuran sedang yang panjangnya 3 m dengan diameter 5 cm,
2) satu
buah keni T ukuran sesuai pipa pralon,
3) bor
besi ukuran kecil,
4) gergaji,
5) tatah
besi ukuran kecil, dan
6) palu
besi.
Langkah kedua : pembuatan
1. Setelah bahan
dan alat yang dibutuhkan telah tersedia, pertama-tama pipa pralon
dipotong dengan gergaji menjadi 3 bagian dengan panjang masing-masing 100 cm.
2. Pada
salah satu potongan pipa pralon dibuat lubang-lubang melingkari pipa pada
ketinggian 60 cm. Di bagian atasnya dibuat lubang-lubang yang sama sehingga
menjadi tiga susun. Lubang-lubang tersebut dapat dibuat dengan menggunakan bor
besi atau alat penyoder. Ukuran lubang tidak perlu besar agar bibit ikan tidak
dapat masuk melalui lubang tersebut. Cara ini secara jelas dapat dilihat pada
gambar ilustrasi berikut.
Lubang
susun tiga tersebut berfungsi untuk menjaga kestabilan tinggi air dalam kolam terpal
agar tetap pada ketinggian 60 cm. Jika air hujan masuk ke dalam kolam sampai
ketinggian air lebih dari 60 cm maka air tersebut akan keluar secara otomatis
melalui lubang-lubang tersebut. Lubang di atas pipa pralon A ditutup dengan
papan kayu. Untuk sementara, pralon A jangan dimasukkan ke dalam kepala keni T ataupun
diberi lem karena ada cara tersendiri untuk memasangnya.
1. Salah
satu potongan pipa pralon yang lain (B) dibuat lubang-lubang seperti pralon A,
tetapi lubangnya ditambah hingga bagian bawah pipa. Selanjutnya, lubang di
bagian atas pipa pralon ditutup dengan papan kayu.
Pipa
pralon B digunakan saat akan mengeringkan air dalam kolam terpal. Caranya, pipa
pralon A dicabut kemudian dengan cepat pipa pralon B dipasangkan ke kepala keni
T di dasar kolam maka air dalam kolam akan keluar secara otomatis. Pada saat mengganti
pralon A dengan pralon B, lubang kepala keni harus ditutup dengan telapak
tangan agar ikan tidak keluar melalui lubang kepala keni dasar kolam.
Sebagai
alternatif untuk menggantikan fungsi pipa pralon B, yaitu dengan membuat
"kurungan kawat". Lubang-lubang kawat yang digunakan sebaiknya lebih
kecil dari ukuran bibit ikan agar bibit ikan tidak dapat masuk. "Kurungan
kawat" yang dibuat diusahakan dapat masuk mengurungi lubang kepala keni di
dasar kolam. Kemudian lubang di atas kurungan ini ditutup dengan papan kayu.
Pada saat pengeringan air kolam, "kurungan kawat" harus ditindih
dengan batu agar tidak jatuh.
1. Salah
satu potongan pipa pralon yang lain disambungkan ke kepala keni di bawah dasar
kolam. Gunanya, untuk saluran pembuangan air. Untuk sementara, pralon C jangan
dimasukkan ke dalam kepala keni T di bawah dasar kolam ataupun diberi lem
karena ada cara tersendiri untuk memasangnya yang akan diuraikan selanjutnya.
V. PEMELIHARAAN DAN PERAWATAN LELE DALAM KOLAM TERPAL
Untuk
mendapatkan lele yang berkualitas dan hasil yang memuaskan maka kondisi kolam
harus disesuaikan dengan habitat yang disukai lele. Oleh karena itu, kolam terpal
yang telah dibuat harus disesuaikan terlebih dahulu. Bibit lele yang baru
dibeli juga harus diadaptasikan dan diberi perlakuan sebelum dimasukkan ke dalam
kolam.
A.
PETUNJUK CARA AWAL PENGISIAN AIR DAN BIBIT
Langkah pertama
- Bagian dalam kolam terpal dicuci dengan menggunakan kain atau sikat. Pencucian ini mutlak dilakukan untuk menghilangkan bau atau zat kimia lainnya yang dapat mematikan bibit ikan. Setelah itu, bagian dalam kolam dikeringkan pipa pembuangan
- Setelah itu, menyiapkan tanah yang halus atau lumpur yang sudah jadi untuk dimasukkan ke dalam kolam terpal dengan ketebalan kurang lebih 10 cm. Sebaiknya tanah atau Lumpur yang telah jadi tersebut tidak mengandung pestisida atau bahan kimia yang dapat mematikan ikan.
- Kolam diisi dengan air setinggi kurang lebih 10 cm dari atas permukaan lumpur. Perendaman lumpur dilakukan sekitar 3 - 4 hari (lebih lama akan lebih baik). Proses tersebut untuk menstabilkan keadaan air kolam, misalnya mengendapkan partikel-partikel yang dapat membahayakan pertumbuhan bibit lele. Jika proses perendaman lumpur tersebut tidak dilakukan, maka kematian bibit akan relatif besar. Pada saat proses perendaman lumpur ini, benih jangan dimasukkan dahulu.
- Setelah proses perendaman lumpur, air kolam ditambah hingga setinggi 30 cm. Kedalaman tersebut sangat ideal bagi bibit yang sewaktu-waktu bergerak ke permukaan air untuk proses pernafasannya. Jika kedalamannya melebihi tinggi air tersebut maka lele akan lebih banyak mengeluarkan energi untuk bergerak ke permukaan air sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan badannya.
Langkah kedua
- Selanjutnya disiapkan bibit sebanyak 1.000 ekor yang berukuran kurang lebih 10 cm berat sekitar 10 - 12 g per ekor. Pemeliharaan dalam kolam terpal, sebaaiknya tidak menggunakan bibit yang berukuran kecil (3 - 5 g) agar tidak terjadi banyak kematian. Jadi, bibit yang layak untuk kolam terpal harus berukuran sebesar pensil, sedangkan yang harus dihindari adalah pemakaian bibit sebesar batang korek api. Namun, pemakaian bibit berukuran lebih besar akan lebih baik dan waktu pemeliharaan lebih cepat (misalnya 2,5 bulan sudah mencapai ukuran layak dikonsumsi). Bibit yang baru dibeli (baru tiba) jangan langsung dimasukkan ke dalam kolam. Bibit yang ada dalam bungkusan kantong plastik tersebut harus dituangkan bersama airnya ke dalam ember. Kemudian setiap satu jam ditambahkan air dari kolam ke dalam ember tersebut. Penambahan air tersebut dilakukan hingga 3 kali. Tujuannya, agar bibit lele dapat beradaptasi dengan suhu air dalam kolam.
B.
PERAWATAN LELE DALAM KOLAM TERPAL
Perawatan
lele di kolam terpal pada umumnya tidak berbeda dengan perawatan di kolam lainnya. Beberapa perawatan lele yang perlu diperhatikan dalam kolam terpal
adalah sebagai berikut.
1.
Penambahan air dalam kolam terpal
Bila
air dalam kolam terpal berkurang karena proses penguapan maka tambahkan air hingga tinggi air kembali pada posisi normal. Penambahan air dilakukan hanya pada
waktu-waktu tertentu, misalnya satu minggu sekali. Panambahan air dilakukan
dari tinggi awal 30 cm hingga
menjadi 60 cm secara bertahap setiap bulan (dalam sebulan, air perlu ditambah
setinggi 10 - 15 cm). Air kolam setinggi
30 cm merupakan kondisi ketinggian air saat benih dimasukkan ke dalam kolam, sedangkan tinggi air
kolam 60 cm merupakan ketinggian air saat ikan memasuki usia 3 bulan.
2.
Penggantian air
Penggantian
air dilakukan saat air kolam mulai tampak kotor Saat membersihkan kotoran,
pralon B dipasang untuk mengurangi air,
tetapi air di dalam kolam jangan sampai habis. Dengan demikian, lele tetap
terendam air di dalam kolam. Pada saat melakukan kegiatan ini, lele yang
pertumbuhannya lambat (berukuran kecil) diambil
untuk dikonsumsi.
Sebenarnya
lele dumbo dapat hidup dan berkembang di dalam air kotor (misalnya air comberan). Namun, dagingnya akan berbau tidak sedap dan warna kulitnya pun
kehitam-hitaman sehingga akan mengurangi
minat konsumen.
3.
Tanaman pelindung dalam kolam
Tanaman
pelindung di dalam kolam berfungsi untuk melindungi lele dari terik sinar matahari. Selain itu, tanaman juga dapat
mengisap kotoran di dalam air.
Jenis
tanaman pelindung yang biasa digunakan yaitu apu-apu dan enceng gondok. Dalam satu kolam cukup dipilih salah satu tanaman tersebut.
Jumlah tanaman di dalam kolam dibatasi hingga sepertiga bagian dari luas permukaan air kolam. Pertumbuhan akar eceng gondok pun harus dibatasi dan harus
dikurangi secara berkala. Untuk
membatasi pertumbuhannya yaitu dengan memberi pembatas berupa bambu yang
diapungkan dan diberi tali serta bandul batu pada kedua ujungnya. Cara ini dilakukan selain tanaman tampak rapi juga agar sinar matahari dapat masuk
ke dalam kolam. Cahaya matahari dibutuhkan dalam proses pertumbuhan lele.
4.
Pemberian pakan
Bibit
lele yang masih kecil ukuran lubang mulutnya pun kecil sehingga pakan pelet
yang diberikan harus dihaluskan (digerus). Pemberian pelet halus dilakukan
selama I minggu. Setelah itu, pakan tidak perlu dihaluskan. Pakan diberikan 2
kali sehari pada pagi dan sore hari pada jam tertentu dan berkesinambungan.
Upaya
untuk menekan pengeluaran biaya pembelian pakan lele dumbo terus dilakukan.
Pakan lele berupa pelet buatan pabrik dianggap sangat mahal. Solusinya yaitu
dengan memberikan ikan rucah sebagai pakannya.
Pemberian pakan alternative berupa ikan rucah mampu menekan biaya
terhadap pembelian pakan lele (pelet) yang diberikan saat lele berusia I bulan
- 3 bulan.
Berikut
ini diberikan gambaran tentang perhitungan jumlah kebutuhan pakan 1.000 ekor
lele dengan masa pemeliharaan sampai dengan 3 bulan. Pemberian pakan harian
yang ideal yaitu 3 % dari berat badan. Perhitungan dilakukan per 10 hari
seperti dijelaskan pada Tabel 1.
TABEL 1.
PERHITUNGAN JUMLAH KEBUTUHAN PAKAN LELE DUMBO 1.000 EKOR DENGAN MASA
PEMELIHARAAN SAMPAI DENGAN 3 BULAN
Hari ke -
|
Berat per ekor (g)
|
Kebutuhan pakan per ekor (g)
|
Kebutuhan per
10 hari untuk 1.000 ekor (Kg)
|
1 – 10
11 – 20
21 – 30
31 – 40
41 – 50
|
12
25
40
55
70
|
0,36
0,75
1,20
1,65
2,10
|
3,60
7,50
12,00
16,50
21,00
|
51 – 60
61 – 70
71 – 80
81 – 90
|
85
100
115
130
jumlah
|
2,55
3,00
3,45
3,90
189,60
|
25,50
30,00
34,50
39,00
|
Sumber : Lukito, A. M. 2002. Lele
ikan berkumis paling populer
Dari
tabel tersebut dapat diketahui beberapa hal sebagai berikut.
ü Kebutuhan
pakan lele setiap ekor per hari adalah seberat 3 % dari berat badannya
ü Berat
badan lele pada usia 90 hari (3 bulan) adalah
130 g. Dengan demikian, dalam satu kilogram akan berisi 7 - 8 ekor lele.
ü Selama
3 bulan, kebutuhan pakan pelet untuk 1.000 ekor lele yaitu 189,6 kg.
Jadi
pengeluaran biaya untuk kebutuhan pakan lele adalah 189 kg x Rp 9.000,00 = Rp 1.706.400,00.
Sementara biaya untuk pembelian bibit, yaitu 1.000 ekor x Rp 1.300,00 = Rp 1.300.000,00.
Dengan demikian, modal untuk pengadaan sarana produksi adalah Rp 1.706.400,00 +
Rp 1.300.000,00 = Rp 3.006.400,00.
Jika
di lingkungan sekitar terdapat atau mudah ditemukan ikan rucah dapat
dimanfaatkan untuk pakan substitusi, sedangkan pakan substitusi seperti limbah dapur
dapat diperoleh dari warung-warung nasi atau restoran. Untuk mengumpulkan
limbah tersebut, sebaiknya disediakan tempat (ember) limbah yang dapat diambil
setiap waktu. Demikian pula, jika di lingkungan sekitar terdapat peternakan ayam.
Ayam-ayam yang mati dapat digunakan untuk pakan lele dengan cara dibakar
sebelum diberikan. Pakan substitusi ini mulai diberikan pada saat lele berusia
satu bulan.
Dalam
Tabel I dapat dilihat bahwa kebutuhan pakan pelet lele hingga berusia satu
bulan, yaitu 23,1 kg. Jika target pakan 90 kg maka sisanya (66,9 kg) dapat
digunakan untuk pakan tambahan. Bangkai ayam yang digunakan untuk pakan harus
masih segar (belum berbau busuk). Kemudian, bangkai tersebut dibakar hingga
bulu-bulunya habis. Selanjutnya, badan ayam diikat dengan tali dan dimasukkan
ke dalam kolam setelah daging ayam dingin. Ujung atas tali diikatkan pada tiang
dinding kolam atau pada bambu/kayu yang dipalangkan di bagian atas lebar kolam.
Hal ini bertujuan agar tulang-tulang ayam mudah diambil dan tidak bertebaran di
sekeliling dasar kolam.
DAFTAR
PUSTAKA
Arie, U. 1999. Budidaya Lele Dumbo (Clarias
gariepinus) Panebar Swadaya. Jakarta.
Effendi I. 2004. Pengantar Akuakultur . Penebar Swadaya. Jakarta.
Lukito, A. M. 2002. Lele
ikan berkumis paling populer. Agromedia. Jakarta.
Mujiman A. 2000. Pakan
Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Najiyati. S. 1995. Lele Dumbo di Kolam. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Prihartono ER, Rasidik J, Arie U. 2000. Mengatasi Permasalahan Budidaya Lele
Dumbo. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soetomo H .A, M. 1989. Teknik Budidaya Ikan Lele Dumbo.
Sinar Baru. Bandung.
Susanto, H. 1988. Budidaya Ikan Lele. Kanisius.
Yogyakarta.
www.organichcs.com,
2014. Peluang Usaha ternak Lele Dengan Kolam Terpal.
www.seputarikan.com,
2014. Budidaya Ikan Lele Di Kolam Terpal.