Kamis, 25 Desember 2014

BUDIDAYA LELE DI KOLAM TERPAL

I. PENDAHULUAN


         Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang dapat dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Budidaya ikan Lele Dumbo dinilai memiliki prospek baik di masa depan karena keunggulan yang dimilikinya. Pemeliharaan ikan Lele Dumbo relatif mudah dan mampu hidup dalam air yang kualitas kurang baik sekalipun. Pertumbuhan ikan ini juga relatif cepat jika dibandingkan dengan lele lokal dan cepat tumbuh dam waktu pemeliharaan yang cukup singkat. Disamping itu, Lele Dumbo juga memiliki kandungan gizi yang tinggi dan rasa daging yang gurih sehingga permintaan ikan Lele Dumbo di pasaran saat ini cukup tinggi.
Pemeliharaan Ikan Lele Dumbo pada umumnya dilakukan dikolam konvesional seperti kolam galian dan kolam beton. Budidaya pada kolam konvensional memiliki kekurangan dan resiko yang cukup berat yang dapat menyebabkan kegagalan atau pun kerugian pada pelaku utama atau pembudidaya ikan. Oleh karenaya peru adanya alternatif solusi dalam melakukan budidaya selain menggunakan kolam konvensional. Apalagi untuk daerah yang kondisi atau sumber airnya sangat minim alternatif solusi sangat dibutuhkan. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian/pengkajian tentang “Budidaya Lele Di Kolam Terpal.

II. MENGENAL KOLAM KONVENSIONAL DAN RISIKO PEMBUATANNYA

kolam konvensional adalah kolam yang umum dibuat oleh masyarakat dan secara teknis metode pembuatannya telah diterapkan secara turun-temurun. Kolam yang termasuk dalam kategori ini, yaitu kolam gali dan kolam semen.
Kolam gali sering kali juga berfungsi sebagai tempat pembuangan air limbah keluarga yang lazim diistilahkan sebagai kolam comberan. Pada kenyataannya, lele memang dapat hidup dan berkembang biak di dalam air kotor semacam ini.
Risiko yang sering dialami pada penggunaan kolam gali adalah kekeringan air atau sebaliknya sering terjadi kebanjiran. Pada musim kemarau, kolam gali akan mengalami kekurangan air, bahkan kering apalgi pada daerah yang kekurangan air. Sementara pada musim hujan, air dalam kolam dapat meluap hingga melampaui tinggi pematang kolam. Dengan demikian, lele lebih leluasa keluar kolam dan bertebaran di mana-mana sehingga akan mengakibatkan pembudidaya mengalami kerugian.
Selain kolam gali, ada pula masyarakat yang menggunakan kolam semen yang dibangun di dalam tanah atau di atas permukaan tanah. Kolam semacam ini tentu saja memerlukan biaya relatif mahal karena material pembuatnya dari semen.
Risiko yang dialami dari penggunaan kolam semen, selain kekeringan air dan kebanjiran, tidak jarang juga mengalami kebocoran akibat retak terkena sinar matahari yang sulit diatasi. Hampir dapat dipastikan pertumbuhan pepohonan di sekitar kolam pun akan mengakibatkan keretakan dinding atau dasar kolam sehingga terjadi kebocoran atau perembesan.
Ada pula risiko lain yang kemungkinan terjadi pada kolam gali maupun kolam semen. Jika dalam kondisi tertentu, kolam ini tidak dimanfaatkan lagi karena lahan yang tersedia akan dimanfaatkan untuk keperluan lain maka kolam tersebut harus ditimbun dengan tanah. Dalam hal ini pasti memerlukan tenaga dan biaya. Sementara,
jika kolam-kolam tersebut ditelantarkan, berarti menjadi sia-sia dan kemungkinan besar akan menjadi tempat berkembangnya bibit penyakit.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan kedua jenis kolam konvensional tersebut tidak efisien dan tidak efektif, apalagi untuk dareah yang yang sumber airnya sangat minim.   Untuk itu, perlu dicarikan solusinya.   Salah satu metode yang ditawarkan dan akan dibahas dalam materi kali ini yaitu penggunaan kolam Terpal. 

III. KEISTIMEWAAN KOLAM TERPAL
Kolam Terpal adalah kolam yang dasarnya maupun sisi-sisi dindingnya dibuat dari terpal. Penggunaan kolam terpal dapat mengatasi risiko-risiko yang terjadi pada kolam gali maupun kolam semen. Terpal yang dibutuhkan untuk membuat kolam ini adalah jenis terpal dengan ukuran ketebalan 0,09 mm. Terpal seperti ini sering digunakan oleh tukang reparasi sepatu, umumnya berwarna hitam, putih, atau biru.  Disarankan untuk menggunakan terpal berwarna hitam karena tidak mudah terlihat kotor. Selain itu, lele juga akan merasa nyaman tidur di tempat gelap. Pada kolam gali, hal ini ditunjukkan oleh perilaku lele yang suka berkumpul dalam lubang-lubang di dinding kolam.
 A.  SANGAT TEPAT UNTUK LELE DUMBO
Pada hakekatnya, kolam terpal dapat digunakan untuk budi daya pembesaran semua jenis ikan air tawar seperti mujair, nila, mas, dan lele lokal. Namun demikian, pemanfaatannya untuk pemeliharaan lele dumbo dianggap mempunyai nilai lebih dan prospek pasar yang cukup baik.

Sebagai gambaran, lele lokal memerlukan waktu pemeliharaan selama 9 bulan hingga layak dipanen, sedangkan lele dumbo hanya 3 bulan. Prospek lele dumbo ini ditandai dengan semakin maraknya penjaja pecel lele di pingir jalan. Di pasar lokal hampir selalu terdapat penjual lele dumbo untuk konsumen. Restoran-restoran pun banyak yang menyediakan menu lele.
B.  DAPAT DIBUAT DI LAHAN YANG RELATIF SEMPIT
Usaha pembesaran lele dumbo dengan kolam terpal dapat dilakukan di pekarangan ataupun di halaman rumah. Lahan yang digunakan untuk kegiatan ini dapat berupa lahan yang belum dimanfaatkan atau lahan yang telah dimanfaatkan, tetapi kurang produktif. Dalam setiap meter persegi kolam terpal dapat dipelihara lele dumbo sebanyak 50 - 70 ekor (Arie, U. 1999). Dengan pedoman ini, dapatlah ditentukan luas kolam yang akan dibuat sesuai lahan yang tersedia.
Lebar kolam tidak boleh lebih dari 3 m agar bagian dalam kolam tetap dapat terjangkau tangan sehingga proses pembersihan maupun pengambilan ikan menjadi lebih mudah. Dengan kondisi lahan yang relatif sempit berarti kegiatan ini bukanlah monopoli masyarakat pedesaan. Masyarakat di wilayah perkotaan pun memungkinkan
untuk mencoba kegiatan ini.
Jika tersedia lahan yang cukup luas dan ada rencana untuk membuat beberapa kolam terpal maka dianjurkan untuk memulainya dengan I unit kolam dengan ukuran lebar I m dan panjang 2 m. Setelah itu, barulah dibuat kolam terpal dengan  ukuran lebar 3 m, panjang 6 m, dan tinggi I m dengan kapasitas 1.000 ekor lele.
Sarana air bersih untuk mengisi kolam harus tersedia. Sumber air ini dapat berasal dari sungai, sumur gali, sumur  pompa, atau air PAM. Air tersebut akan digunakan untuk mengisi kolam pada saat awal, untuk menambah (jika volume air dalam kolam berkurang karena proses penguapan), dan untuk mengisi kolam kembali sehabis pengurasan. 

C.  TERHINDAR DARI PEMANGSA IKAN
Di dalam kolam terpal tidak pernah ditemukan binatang seperti kepiting, ular air, apalagi biawak. Namun, binatang ini akan sering dijumpai di dalam kolam gali, dan memangsa ikan-ikan piaraan.  Keadaan di sekitar kolam terpal yang selalu bersih akan mengurangi datangnya binatang-binatang ini untuk masuk ke dalam kolam.

D.  TINGKAT KEMATIAN JAUH LEBIH RENDAH

Tingkat kematian (mortalitas) tertinggi dari populasi ikan piaraan dengan menggunakan kolam terpal dapat diperkirakan hanya mencapai 3 % (Edy Suhedi, 2002). Sementara, tingkat mortalitas dalam kolam gali dapat mencapai 10 – 30 % (Arie U.  2000). Jika dibandingkan, hal tersebut jelas sangat jauh berbeda.
Dengan tingkat kematian yang rendah maka diharapkan akan diperoleh keuntungan usaha yang maksimal. Sebagai gambaran, dalam kegiatan uji terap dengan menggunakan kolam berukuran lebar 3 m, panjang 6 m, dan tinggi 1 m dapat diperoleh keuntungan usaha sebesar Rp 385.000,00 per masa panen (3 bulan). Meskipun demikian, tingkat kematian lele dalam kolam terpal belum dapat ditekan hingga 0 % (dalam arti tidak ada yang mati). Tingkat mortalitas 0 % tidak mungkin dapat dicapai selama pemeliharaan tersebut karena pada kenyataannya selalu terdapat ikan yang pertumbuhannya kecil (kerdil) sehingga dimangsa oleh ikan yang lebih besar (kanibalisme).
E.  DILENGKAPI PENGATUR VOLUME AIR
Kolam terpal dilengkapi dengan alat pengatur volume air yang akan bermanfaat untuk memudahkan penggantian air maupun pemanenan.
Selain untuk menghindari banjir, alat ini juga mempermudah penyesuaian ketinggian air sesuai dengan usia ikan. Penggantian air di dalam kolam dilakukan pada saat air telah tampak keruh akibat kotoran lele dan sisa-sisa makanan. Penggantian air juga perlu dilakukan pada waktu diadakan penyortiran (pengambilan lele yang pertumbuhannya kerdil). Dengan adanya alat pengatur volume air maka proses penggantian air menjadi lebih mudah.
Pada saat dilakukan pemanenan, bagian alat ini dibuka sehingga air di dalam kolam akan mengalir ke luar hingga kolam mengering. Lain halnya dengan kolam gali yang pada saat pemanenan sangat memerlukan tenaga maupun biaya karena air di dalam kolam harus ditimba atau dipompa ke luar kolam. Ketinggian air di dalam kolam yang ideal untuk bibit lele hingga usia 1 bulan adalah 30 cm (Arie, U. 1999). Jika ketinggian air lebih dari  itu (misalnya 40 cm, 50 cm, atau 60 cm) maka lele seusia tersebut akan sulit bergerak sampai ke permukaan air untuk mengambil pakan yang mengambang atau untuk menjalankan proses pernapasan. Terkadang lele tidak mampu berenang sampai ke permukaan air. Kalaupun lele mampu sampai ke permukaan air, biasanya dengan gerakan yang dipaksakan.
Setelah berusia 1 - 3 bulan, ketinggian permukaan air di dalam kolam ditambah secara berangsur-angsur hingga mencapai ketinggian 60 cm agar lele leluasa bergerak. Lele yang mengalami kesulitan bergerak sampai ke permukaan air harus segera diatasi agar pertumbuhannya tidak terganggu (menjadi kecil atau kerdil) bahkan mati.
Pada saat musim hujan, tambahan air dari curah hujan yang masuk ke dalam kolam akan keluar secara otomatis melalui lubang-lubang pengaman pada bagian alat tersebut. Cara membuat alat pengukur volume air dan fungsinya akan dibahas khusus dalam Bab III.
F. MUDAH DIPINDAH-PINDAHKAN
Kolam terpal dapat dengan mudah dipindah-pindahkan letaknya sesuai dengan keiinginan. Jika kolam berada di halaman yang sempit dan tempat tersebut akan digunakan untuk suatu keperluan, misalnya pesta, maka lele segera dipanen dan kolam dapat digulung kemudian disimpan sementara.
Pembuatan kolam terpal juga dapat dijadikan peluang usaha. Kolam terpal ini dapat dibuat dan dijual secara khusus dalam satu paket karena kolam terpal dapat dengan mudah dipindahkan.
G. DAPAT DIJADIKAN PELUANG USAHA SKALA MIKRO DAN MAKRO
Kolam terpal dapat dijadikan kegiatan usaha dalam skala mikro untuk meningkatkan pendapatan keluarga dengan memanfaatkan waktu luang dan mengupayakan pemenuhan kebutuhan gizi keluarga (protein hewani).
Selain usaha skala mikro, kolam terpal dapat pula untuk usaha skala makro (kegiatan agribisnis) yang berorientasi pada rencana target hasil, periodisasi produk, dan kontinuitas produk untuk memenuhi permintaan pasar.
H.  HASIL LEBIH BERKUALITAS Lele yang dihasilkan dari kolam terpal akan tampak lebih bersih dengan warna putih kebiru-biruan dan timbangannya pun seragam. Penampilan ini sangat berbeda dibandingkan dengan lele hasil kolam gali yang tampak kotor dan berwarna kehitam-hitaman.


IV. PETUNJUK TEKNIS PEMBUATAN KOLAM TERPAL


Kolam terpal sangat mudah dibuat karena hanya memerlukan keterampilan melipat dan menentukan ukuran terpal yang akan dijadikan kolam. Ukurannya dapat disesuaikan dengan lahan yang tersedia. Apalagi saat sudah tersedia kolam terpal yang siap pakai dengan berbagai ukuran dan dijual secara online. Setiap unit kolam dengan ukuran tertentu akan menentukan jumlah lele yang akan dipelihara di dalamnya. Meskipun demikian, disarankan ukuran setiap unit kolam maksimum lebar 3 m, panjang 6 m, dan tinggi 1 m.  Kolam terpal ukuran tersebut ideal untuk pemeliharaan bibit lele sebanyak 1.000 ekor (Edy suhedi, 2002)
A.  MEMBUAT KOLAM TERPAL
Untuk memudahkan pembuatan  kolam, pengerjaannya dibagi menjadi beberapa langkah.
Langkah pertama : persiapan
1.  Sediakan bahan terpal
Jika bahan terpal  yang didapatkan berukuran sesuai dengan kebutuhan maka tidak menjadi masalah. Namun, jika ukurannya lebih kecil maka harus disesuaikan dengan jumlah terpal yang dibutuhkan atau kolam terpal dibuat dengan ukuran yang lebih kecil.

2.  Sediakan peralatan berikut
ü  Meteran atau penggaris.
ü  Cangkul untuk meratakan tanah
ü  Gergaji untuk memotong
ü  Papan kayu yang permukaannya rata dengan ukuran panjang disesuaikan dengan ukuran kolam  (makin lebar makin baik).
ü  Balaok kayu atau bamboo sebagai rusuk
ü  Martil dan paku
ü  Plastik atau sandal karet bekas sebagai penahan paku
3.  Pembuatan Kolam Terpal
ü  Ukur tanah yang akan diguakan sesuai dengan ukuran kolam yang direncanakan
ü  Ratakan tanah yang akan ditempati membangun kolam terpal dengan cangkul untuk mencegah adanya benda tanjam dan keras yang dapat menyebabkan kebocoran
ü  Potong-potong balok kayu atau bamboo 130 cm sebanyak 10 batang(tinggi kolam 1 m, 30 cm untuk ditanam)
ü  Pasang balok kayu pada sudut-sudut tanah yang sudah di ukur (4 dibagian sudut dan 6 dibagian tengah)
ü  Lekatkan papan kayu pada rusuk yang sudah dipasang menggunakan paku hingga seluruh koalm terbentuk dari papan (berfungsi sebgai mall dan penahan air)
ü  Siapkan terpal yang sudah disediakan dan pasang pada bagian dalam mengikuti bentuk kolam yang sudah terbentuk dari papan tersebut.
ü  Pada bagian atas terpal rekatkan menggunakan pakau yang dilapisi plastic atau sandal bekas agar terpal tidak mudah sobek
ü  Kolam terpal siap diairi
B.  MEMBUAT ALAT PENGATUR VOLUME AIR
Cara membuat alat pengatur volume air ini dibagi menjadi dua langkah agar pengerjaannya lebih sistematis, mudah, dan terencana.
Langkah pertama : persiapan
Bahan-bahan dan alat yang harus disediakan dalam pembuatan alat pengatur volume air yaitu :
1)    pipa pralon ukuran sedang yang panjangnya 3 m dengan diameter 5 cm,
2)    satu buah keni T ukuran sesuai pipa pralon,
3)    bor besi ukuran kecil,
4)    gergaji,
5)    tatah besi ukuran kecil, dan
6)    palu besi.
Langkah kedua : pembuatan
1.    Setelah  bahan  dan alat yang dibutuhkan telah tersedia, pertama-tama pipa pralon dipotong dengan gergaji menjadi 3 bagian dengan panjang masing-masing 100 cm.
2.    Pada salah satu potongan pipa pralon dibuat lubang-lubang melingkari pipa pada ketinggian 60 cm. Di bagian atasnya dibuat lubang-lubang yang sama sehingga menjadi tiga susun. Lubang-lubang tersebut dapat dibuat dengan menggunakan bor besi atau alat penyoder. Ukuran lubang tidak perlu besar agar bibit ikan tidak dapat masuk melalui lubang tersebut. Cara ini secara jelas dapat dilihat pada gambar ilustrasi berikut. 

Lubang susun tiga tersebut berfungsi untuk menjaga kestabilan tinggi air dalam kolam terpal agar tetap pada ketinggian 60 cm. Jika air hujan masuk ke dalam kolam sampai ketinggian air lebih dari 60 cm maka air tersebut akan keluar secara otomatis melalui lubang-lubang tersebut. Lubang di atas pipa pralon A ditutup dengan papan kayu. Untuk sementara, pralon A jangan dimasukkan ke dalam kepala keni T ataupun diberi lem karena ada cara tersendiri untuk memasangnya.
1.    Salah satu potongan pipa pralon yang lain (B) dibuat lubang-lubang seperti pralon A, tetapi lubangnya ditambah hingga bagian bawah pipa. Selanjutnya, lubang di bagian atas pipa pralon ditutup dengan papan kayu.
Pipa pralon B digunakan saat akan mengeringkan air dalam kolam terpal. Caranya, pipa pralon A dicabut kemudian dengan cepat pipa pralon B dipasangkan ke kepala keni T di dasar kolam maka air dalam kolam akan keluar secara otomatis. Pada saat mengganti pralon A dengan pralon B, lubang kepala keni harus ditutup dengan telapak tangan agar ikan tidak keluar melalui lubang kepala keni dasar kolam.




Sebagai alternatif untuk menggantikan fungsi pipa pralon B, yaitu dengan membuat "kurungan kawat". Lubang-lubang kawat yang digunakan sebaiknya lebih kecil dari ukuran bibit ikan agar bibit ikan tidak dapat masuk. "Kurungan kawat" yang dibuat diusahakan dapat masuk mengurungi lubang kepala keni di dasar kolam. Kemudian lubang di atas kurungan ini ditutup dengan papan kayu. Pada saat pengeringan air kolam, "kurungan kawat" harus ditindih dengan batu agar tidak jatuh.
1.    Salah satu potongan pipa pralon yang lain disambungkan ke kepala keni di bawah dasar kolam. Gunanya, untuk saluran pembuangan air. Untuk sementara, pralon C jangan dimasukkan ke dalam kepala keni T di bawah dasar kolam ataupun diberi lem karena ada cara tersendiri untuk memasangnya yang akan diuraikan selanjutnya.



V. PEMELIHARAAN DAN PERAWATAN LELE DALAM KOLAM TERPAL
Untuk mendapatkan lele yang berkualitas dan hasil yang memuaskan maka kondisi kolam harus disesuaikan dengan habitat yang disukai lele. Oleh karena itu, kolam terpal yang telah dibuat harus disesuaikan terlebih dahulu. Bibit lele yang baru dibeli juga harus diadaptasikan dan diberi perlakuan sebelum dimasukkan ke dalam kolam.

A.  PETUNJUK CARA AWAL PENGISIAN AIR DAN BIBIT
Langkah pertama
  1. Bagian dalam kolam terpal dicuci dengan menggunakan kain atau sikat. Pencucian ini mutlak dilakukan untuk menghilangkan bau atau zat kimia lainnya yang dapat mematikan bibit ikan. Setelah itu, bagian dalam kolam dikeringkan pipa pembuangan
  2. Setelah itu, menyiapkan tanah yang halus atau lumpur yang sudah jadi untuk dimasukkan ke dalam kolam terpal dengan ketebalan kurang lebih 10 cm. Sebaiknya tanah atau Lumpur yang telah jadi tersebut tidak mengandung pestisida atau bahan kimia yang dapat mematikan ikan.
  3. Kolam diisi dengan air setinggi kurang lebih 10 cm dari atas permukaan lumpur. Perendaman lumpur dilakukan sekitar 3 - 4 hari (lebih lama akan lebih baik).  Proses tersebut untuk menstabilkan keadaan air kolam, misalnya mengendapkan partikel-partikel yang dapat membahayakan pertumbuhan bibit lele. Jika proses perendaman lumpur tersebut tidak dilakukan, maka kematian bibit akan relatif besar. Pada saat proses perendaman lumpur ini, benih jangan dimasukkan dahulu.
  4. Setelah proses perendaman lumpur, air kolam ditambah hingga setinggi 30 cm. Kedalaman tersebut sangat ideal bagi bibit yang sewaktu-waktu bergerak ke permukaan air untuk proses pernafasannya. Jika kedalamannya melebihi tinggi air tersebut maka lele akan lebih banyak mengeluarkan energi untuk bergerak ke permukaan air sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan badannya.


Langkah kedua         
  1. Selanjutnya disiapkan bibit sebanyak  1.000 ekor yang berukuran kurang lebih 10 cm berat sekitar 10 - 12 g per ekor. Pemeliharaan dalam kolam terpal, sebaaiknya tidak menggunakan bibit yang berukuran kecil (3 - 5 g) agar tidak terjadi banyak kematian. Jadi, bibit yang layak untuk kolam terpal harus berukuran sebesar pensil, sedangkan yang harus dihindari adalah pemakaian bibit sebesar batang korek api. Namun, pemakaian bibit berukuran lebih besar akan lebih baik dan waktu pemeliharaan lebih cepat (misalnya 2,5 bulan sudah mencapai ukuran layak dikonsumsi). Bibit yang baru dibeli (baru tiba) jangan langsung dimasukkan ke dalam kolam. Bibit yang ada dalam bungkusan kantong plastik tersebut harus dituangkan bersama airnya ke dalam ember. Kemudian setiap satu jam ditambahkan air dari kolam ke dalam ember tersebut. Penambahan air tersebut dilakukan hingga 3 kali. Tujuannya, agar bibit lele dapat beradaptasi dengan suhu air dalam kolam.
Setelah itu, bibit yang telah diadaptasikan tersebut dimasukkan ke dalam kolam terpal. Pemberian pakan berupa pelet yang telah dihaluskan dapat diberikan setelah beberapa jam kemudian.


B.  PERAWATAN LELE DALAM KOLAM TERPAL
Perawatan lele di kolam terpal pada umumnya tidak berbeda dengan perawatan di kolam lainnya. Beberapa perawatan lele yang perlu diperhatikan dalam kolam terpal adalah sebagai berikut.

1.  Penambahan air dalam kolam terpal
Bila air dalam kolam terpal berkurang karena proses penguapan maka tambahkan air hingga tinggi air kembali pada posisi normal. Penambahan air dilakukan hanya pada waktu-waktu tertentu, misalnya satu minggu sekali. Panambahan air dilakukan dari tinggi awal 30 cm hingga menjadi 60 cm secara bertahap setiap bulan (dalam sebulan, air perlu ditambah setinggi 10 - 15 cm). Air kolam setinggi 30 cm merupakan kondisi ketinggian air saat benih dimasukkan ke dalam kolam, sedangkan tinggi air kolam 60 cm merupakan ketinggian air saat ikan memasuki usia 3 bulan.


2.  Penggantian air
Penggantian air dilakukan saat air kolam mulai tampak kotor Saat membersihkan kotoran, pralon B dipasang untuk mengurangi air, tetapi air di dalam kolam jangan sampai habis. Dengan demikian, lele tetap terendam air di dalam kolam. Pada saat melakukan  kegiatan ini, lele yang pertumbuhannya lambat (berukuran kecil) diambil untuk dikonsumsi.
Sebenarnya lele dumbo dapat hidup dan berkembang di dalam air kotor (misalnya air comberan). Namun, dagingnya akan berbau tidak sedap dan warna kulitnya pun kehitam-hitaman sehingga akan mengurangi minat konsumen.

3.  Tanaman pelindung dalam kolam
Tanaman pelindung di dalam kolam berfungsi untuk melindungi lele dari terik sinar matahari. Selain itu, tanaman juga dapat mengisap kotoran di dalam air.
Jenis tanaman pelindung yang biasa digunakan yaitu apu-apu dan enceng gondok. Dalam satu kolam cukup dipilih salah satu tanaman tersebut. Jumlah tanaman di dalam kolam dibatasi hingga sepertiga bagian dari luas permukaan air kolam. Pertumbuhan akar eceng gondok pun harus dibatasi dan harus dikurangi secara berkala. Untuk membatasi pertumbuhannya yaitu dengan memberi pembatas berupa bambu yang diapungkan dan diberi tali serta bandul batu pada kedua ujungnya. Cara ini dilakukan selain tanaman tampak rapi juga agar sinar matahari dapat masuk ke dalam kolam. Cahaya matahari dibutuhkan dalam proses pertumbuhan lele.

4.  Pemberian pakan
Bibit lele yang masih kecil ukuran lubang mulutnya pun kecil sehingga pakan pelet yang diberikan harus dihaluskan (digerus). Pemberian pelet halus dilakukan selama I minggu. Setelah itu, pakan tidak perlu dihaluskan. Pakan diberikan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari pada jam tertentu dan berkesinambungan.
Upaya untuk menekan pengeluaran biaya pembelian pakan lele dumbo terus dilakukan. Pakan lele berupa pelet buatan pabrik dianggap sangat mahal. Solusinya yaitu dengan memberikan ikan rucah sebagai pakannya.  Pemberian pakan alternative berupa ikan rucah mampu menekan biaya terhadap pembelian pakan lele (pelet) yang diberikan saat lele berusia I bulan - 3 bulan.
Berikut ini diberikan gambaran tentang perhitungan jumlah kebutuhan pakan 1.000 ekor lele dengan masa pemeliharaan sampai dengan 3 bulan. Pemberian pakan harian yang ideal yaitu 3 % dari berat badan. Perhitungan dilakukan per 10 hari seperti dijelaskan pada Tabel 1.

TABEL 1. PERHITUNGAN JUMLAH KEBUTUHAN PAKAN LELE DUMBO 1.000 EKOR DENGAN MASA PEMELIHARAAN SAMPAI DENGAN 3 BULAN

Hari ke -
Berat per ekor (g)
Kebutuhan pakan per ekor (g)
Kebutuhan per
10 hari untuk 1.000 ekor (Kg)
1 – 10
11 – 20
21 – 30
31 – 40
41 – 50
12
25
40
55
70
0,36
0,75
1,20
1,65
2,10
3,60
7,50
12,00
16,50
21,00
51 – 60
61 – 70
71 – 80
81 – 90 
85
100
115
130
jumlah
2,55
3,00
3,45
3,90
189,60
25,50
30,00
34,50
39,00
Sumber : Lukito, A. M. 2002. Lele ikan berkumis paling populer

Dari tabel tersebut dapat diketahui beberapa hal sebagai berikut.
ü  Kebutuhan pakan lele setiap ekor per hari adalah seberat 3 % dari berat badannya
ü  Berat badan lele pada usia 90 hari (3 bulan) adalah  130 g. Dengan demikian, dalam satu kilogram akan berisi 7 - 8 ekor lele.
ü  Selama 3 bulan, kebutuhan pakan pelet untuk 1.000 ekor lele yaitu 189,6 kg.
Jadi pengeluaran biaya untuk kebutuhan pakan lele adalah 189 kg x Rp 9.000,00 = Rp 1.706.400,00. Sementara biaya untuk pembelian bibit, yaitu 1.000 ekor x Rp 1.300,00 = Rp 1.300.000,00. Dengan demikian, modal untuk pengadaan sarana produksi adalah Rp 1.706.400,00 + Rp 1.300.000,00 = Rp 3.006.400,00.
Jika di lingkungan sekitar terdapat atau mudah ditemukan ikan rucah dapat dimanfaatkan untuk pakan substitusi, sedangkan pakan substitusi seperti limbah dapur dapat diperoleh dari warung-warung nasi atau restoran. Untuk mengumpulkan limbah tersebut, sebaiknya disediakan tempat (ember) limbah yang dapat diambil setiap waktu. Demikian pula, jika di lingkungan sekitar terdapat peternakan ayam. Ayam-ayam yang mati dapat digunakan untuk pakan lele dengan cara dibakar sebelum diberikan. Pakan substitusi ini mulai diberikan pada saat lele berusia satu bulan.
Dalam Tabel I dapat dilihat bahwa kebutuhan pakan pelet lele hingga berusia satu bulan, yaitu 23,1 kg. Jika target pakan 90 kg maka sisanya (66,9 kg) dapat digunakan untuk pakan tambahan. Bangkai ayam yang digunakan untuk pakan harus masih segar (belum berbau busuk). Kemudian, bangkai tersebut dibakar hingga bulu-bulunya habis. Selanjutnya, badan ayam diikat dengan tali dan dimasukkan ke dalam kolam setelah daging ayam dingin. Ujung atas tali diikatkan pada tiang dinding kolam atau pada bambu/kayu yang dipalangkan di bagian atas lebar kolam. Hal ini bertujuan agar tulang-tulang ayam mudah diambil dan tidak bertebaran di sekeliling dasar kolam.





DAFTAR PUSTAKA
 Arie, U. 1999. Budidaya Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Panebar Swadaya. Jakarta.

Effendi I.  2004.  Pengantar Akuakultur .  Penebar Swadaya.  Jakarta.
Lukito, A. M. 2002. Lele ikan berkumis paling populer. Agromedia. Jakarta.
Mujiman A.  2000.  Pakan Ikan.  Penebar Swadaya.  Jakarta.
Najiyati. S. 1995. Lele Dumbo di Kolam. Penebar Swadaya. Jakarta.
Prihartono ER, Rasidik J, Arie U.  2000.  Mengatasi Permasalahan Budidaya Lele Dumbo.  Penebar Swadaya.  Jakarta.

Soetomo H .A, M. 1989. Teknik Budidaya Ikan Lele Dumbo. Sinar Baru. Bandung.

Susanto, H. 1988. Budidaya Ikan Lele. Kanisius. Yogyakarta.
www.likethisya.com, 2013 . Panduan Buadidaya Lele di Kolam Terpal.
www.organichcs.com, 2014. Peluang Usaha ternak Lele Dengan Kolam Terpal.
www.seputarikan.com, 2014. Budidaya Ikan Lele Di Kolam Terpal.